Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL - Buku Ketua MPR RI Bambang Soesatyo yang ke-22 bertajuk 'Negara Butuh Haluan', mengalami cetak ulang. Cetakan pertama habis hanya dalam satu bulan setelah peluncurannya pada 10 September lalu bersamaan syukuran ulang tahunnya yang ke-59 sekaligus peresmian kantor pusat Ikatan Motor Indonesia (IMI).
Seperti diketahui Buku 'Negara Butuh Haluan' tersebut merupakan kelanjutan dari seri buku 'Cegah Negara Tanpa Arah' yang dirilis awal 2021. Bamsoet menekankan pentingnya keberadaan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai visi negara dalam mewujudkan capaian Indonesia dalam 50 hingga 100 tahun ke depan.
Berbagai kalangan seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Forum Rektor Indonesia, Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial (HIPIIS), Organisasi Kemasyarakatan dan Organisasi Keagamaan mulai dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pengurus Pusat Muhammadiyah, hingga Majelis Tinggi Agama Konghucu, dan berbagai sivitas akademika turut mendukung agar Indonesia memiliki PPHN.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gagasan tersebut juga direkomendasikan MPR periode 2009-2014 dan ditindaklanjuti MPR periode 2014-2019 dengan memunculkan gagasan melakukan amandemen terbatas terhadap konstitusi untuk memberikan kewenangan kepada MPR RI menetapkan PPHN.
Buku ini juga menepis berbagai hoax yang beredar di masyarakat seputar rencana amandemen terbatas terhadap konstitusi, yang banyak dipelintir dan 'digoreng' sebagai upaya perubahan periodesasi presiden menjadi tiga kali, upaya perpanjangan masa jabatan presiden, serta berbagai isu dan kecurigaan lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Padahal, rencana amandemen terbatas hanya fokus kepada PPHN yang sangat diperlukan sebagai arah pembangunan agar bangsa ini tidak terus menerus berganti haluan manakala terjadi pergantian kepemimpinan dari tingkat pusat hingga daerah.
“Menghadirkan kembali PPHN sebagai visi negara, jangan dipahami dengan pendekatan politik praktis," ujar Bamsoet dalam peluncuran buku "Negara Butuh Haluan', di Kantor Pusat IMI, Jakarta, beberapa waktu yang lalu.
Rektor Institut Pertanian Bogor sekaligus Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia 2021-2022 Prof Dr Arif Satria dalam pengantarnya menjelaskan, seluruh anak bangsa tentu ingin Indonesia menjadi bangsa besar. Proses menuju bangsa besar tidak sebentar. Menuju bangsa besar memerlukan upaya besar juga.
Upaya terbesarnya adalah proses perencanaan jangka panjang yang matang, terukur, dan berkesinambungan. Sebagaimana Tiongkok yang membangun Great Wall sepanjang 21 ribu kilometer selama 1.800 tahun, maupun gagasan besar Blue Economy Valley di Qingdao yang diperkirakan selesai pada 2030.
"Dalam konteks pembangunan industri dirgantara, Brasil kurang diperhitungkan pada tahun 1980-an. Sementara Indonesia mulai dengan Nurtanio dan lalu berubah menjadi IPTN, dan kini menjadi PT Dirgantara Indonesia. Dalam penguasaan teknologi, Indonesia jauh lebih unggul dari Brasil di tahun 1990-an. Namun, kini kita bisa saksikan betapa dominannya pesawat Embraer produksi Brasil untuk penerbangan domestik di Amerika Serikat. Kita tidak kalah teknologi, tapi kita kalah strategi, " kata. Arif Satria.
Guru Besar Ekonomi Politik IPB sekaligus Ketua Dewan Pakar dan Ketua Harian Brain Society Center (BS Center) Prof. Didin S Damanhuri melihat keberadaan PPHN merupakan kemajuan dibandingkan RPJMN yang hanya berbasis kepada visi presiden terpilih. Sekaligus menjadi advokasi substansial tentang butuhnya haluan jangka panjang pembangunan sebagai konsekuensi dari pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 ayat 1 yang berbunyi: Perekonomian ‘disusun’. Jadi bukan diserahkan semata kepada pasar bebas.
"Sudah saatnya Indonesia memilih mazhab pemikiran ekonomi berbasis konstitusi. Sebab, kelemahan kita sekarang ini adalah berjalan tanpa arah yang jelas dan hanya mengandalkan RPJMN, sehingga tingkat comprehensiveness, partisipasi stakeholder dan legitimasi mandat rakyat terhadap platform pembangunan menjadi rendah," kata Didin Damanhuri.(*)