Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Port Moresby - Sedikitnya 11 tahanan tewas dan 17 lainnya terluka dalam upaya penangkapan kembali tahanan yang kabur dari penjara Papua Nugini (PNG) pada Kamis, 25 Februari 2016.
Jaringan berita PNG, EMTV, melaporkan pada Jumat, 26 Februari 2016, bahwa semua korban, baik yang tewas maupun terluka, ditembak oleh polisi.
Kejadian tersebut berawal ketika lebih dari 30 tahanan menyerang dua penjaga di penjara Buimo di Lae, berjarak hampir 320 kilometer arah utara ibu kota Papua Nugini, Port Moresby, sebelum akhirnya melarikan diri.
Baca juga: Penyebab Konsumen Johnson & Johnson Menang Gugatan
Polisi yang mengejar para tahanan yang melarikan diri tersebut kemudian terlibat bentrok sehingga terpaksa melepaskan tembakan yang akhirnya menimbulkan korban.
"Hal ini menegaskan bahwa 11 tahanan ditembak dan tewas dan 17 terluka dan ditangkap kembali," kata Inspektur Metropolitan, Anthony Wagambie, seperti yang dilansir Channel News Asia pada 26 Februari 2016.
Wagambie juga memperingatkan warga untuk tidak melindungi buronan. Warga yang melindungi tahanan yang melarikan diri akan ditangkap.
Selain itu, Wagambie mengatakan jumlah pasti terkait dengan tahanan yang melarikan diri masih belum jelas. Polisi masih menunggu informasi lanjutan dari petugas penjara.
Baca juga: Filipina Periksa Pilot Usai Ucapkan Kata Ini ke Penumpang
Tahanan yang melarikan diri juga termasuk mereka yang telah dihukum karena kejahatan serius, seperti pembunuhan, pemerkosaan, dan perampokan.
Beberapa media lokal mengatakan kondisi penjara Buimo yang terletak di kota terbesar kedua di PNG tersebut memang sudah tidak layak, sehingga kasus tahanan melarikan diri juga tidak jarang terjadi.
Tahun lalu, 55 tahanan melarikan diri dari penjara. Pada 2009, 73 tahanan memotong dua pagar untuk melarikan diri dari fasilitas yang sama. Selain itu, beberapa narapidana juga dilaporkan sering mengeluhkan pelecehan oleh petugas.
Baca juga: Ahok, Ganjar, dan Ridwan Bertemu Membicarakan Pilkada DKI?
Sebuah laporan tahun lalu oleh Human Rights Watch mengatakan bahwa Pelapor Khusus PBB tentang Extrajudicial, Christof Heyns, yang mengunjungi PNG awal tahun lalu, menyatakan keprihatinan atas "penggunaan kekuatan polisi yang berlebihan saat penangkapan, interogasi, dan penahanan praperadilan, kadang-kadang mengakibatkan kematian. "
Pada Oktober lalu, Perdana Menteri O'Neill mengakui kebrutalan polisi dan mengatakan sejumlah hotline akan disediakan bagi masyarakat untuk melaporkan kasus seperti pelecehan.
CHANNEL NEWS ASIA | IB TIMES | YON DEMA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini