Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Tunis - Sebuah ledakan bom bunuh diri menghantam bus yang sedang mengangkut pengawal Presiden Tunisia di Tunis, Selasa petang, 24 November 2015, waktu setempat, mengakibatkan sedikitnya 12 orang tewas. Menteri Dalam Negeri Tunisia menyebut insiden tersebut sebagai aksi teror.
Setelah penyerangan berlangsung di kawasan sibuk Mohame 5 Boulevard di Tunis tengah, Presiden Beji Caid Essebi menyatakan negara dalam keadaan darurat. "Negara dalam kondisi perang," ucapnya.
Seorang jurnalis lokal, Aymen Abderrahman, mengatakan ratusan polisi dan tentara menyerbu kawasan yang diserang bom. "Insiden itu terjadi di jantung kota," ucapnya kepada Al Jazeera melalui telepon. Dia menambahkan, "Orang-orang yang berada di kawasan tersebut menangis, sebab serangan bom ini pertama kali terjadi di jantung kota. Suara ledakan terdengar hingga ke luar kota."
Emir Sfaxi, seorang aktivis dan blogger Tunis, menguraikan lalu lintas macet dan militer berada di berbagai sudut kota seusai serangan. "Ada keonaran di sana," ucapnya kepada Al Jazeera sesaat setelah insiden. Dia menambahkan, peristiwa ledakan itu terjadi di dekat kantor Menteri Dalam Negeri.
Belum ada yang mengaku bertanggung jawab terhadap serangan mematikan tersebut. Namun Tunisia secara luas menjadi sasaran serangan kelompok militan setelah negeri itu dipuji menjadi contoh perubahan demokrasi sejak penggulingan Presiden Zine Abidine Ben Ali pada 2011.
"Ini adalah evolusi perilaku kaum teroris. Saat ini mereka menyerang simbol negara dan berlangsung di jantung ibu kota," kata Perdana Menteri Habib Essidi kepada wartawan.
AL JAZEERA | REUTERS | CHOIRUL AMINUDDIN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini