Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, MANHATTAN – Merasakan gairah yang berkepanjangan tidak selamanya menyenangkan. Apalagi jika terjadi selama enam hari berturut-turut. Hal ini dialami oleh Robert Cotton, 51 tahun, mantan narapidana di sebuah penjara di Manhattan, Amerika Serikat. Soal gairah itu tidak wajar. Efek ereksi timbul saat ia mendapat obat anti-depresi di dalam penjara.
Namun, bukannya mengobati, dua dokter di penjara hanya memberinya kompres es dan obat ala kadarnya. Setelah itu, Cotton ditinggalkan sendirian dan menangis dalam sel isolasi sampai enam hari lamanya.
Cotton ditahan di penjara Manhattan pada 21 Juni 2011 karena melanggar aturan pembebasan bersyarat. Tiga pekan setelah ditahan, ia mulai mengalami ereksi yang menyakitkan, atau yang disebut priapism. Belakangan diketahui hal itu merupakan efek samping dari Risperdal, obat anti-depresi yang diberikan kepada Cotton.
Cotton akhirnya menjalani operasi untuk mengatasi pembengkakan. Namun langkah itu sudah terlambat. Ia menjadi impoten. Karena itu, Cotton mengajukan gugatan yang dilayangkan sejak Agustus 2011. Gugatan tersebut baru akan disidangkan pada 6 Juli mendatang.
Departemen Kesehatan kota, yang mengawasi kondisi kesehatan di penjara, tidak mau berkomentar atas gugatan ini. "Departemen Kesehatan berkomitmen untuk memastikan setiap pasien dalam sistem penjara New York City menerima perawatan medis berkualitas tinggi. Tapi kami tidak bisa mengomentari litigasi yang tertunda," kata juru bicara Levi Fishman dalam pernyataannya, kemarin.
Kini, Cotton berencana pindah ke kediaman putrinya di Atlanta. Hubungan dengan kekasihnya, Charlotte, tampaknya akan kandas. "Aku hancur," kata dia, seperti dilansir situs berita DNA Info, kemarin.
DAILY MAIL | DNA INFO | NATALIA SANTI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini