Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Terbitkan Kalender Ini, 5 Orang Ditahan di Penjara Myanmar  

Tersangka yang menerbitkan kalender tersebut juga dikenakan denda.

26 November 2015 | 13.10 WIB

Sejumlah pengungsi etnis Rohingnya yang berasal dari Myanmar dan Bangladesh menempati Hotel Beraspagi Medan, Sumatera Utara, 8 Juni 2015. Terdapat 96 pengungsi yang menetap selama tiga minggu di tempat itu. TEMPO/Aris Andrianto
Perbesar
Sejumlah pengungsi etnis Rohingnya yang berasal dari Myanmar dan Bangladesh menempati Hotel Beraspagi Medan, Sumatera Utara, 8 Juni 2015. Terdapat 96 pengungsi yang menetap selama tiga minggu di tempat itu. TEMPO/Aris Andrianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pemilik penerbit Muslim bersama empat rekannya ditahan di Penjara Insein Myanmar setelah dituduh berusaha menghasilkan kalender berisi kutipan para pejabat pemerintah di tahun 1950-an dan 1960-an yang menggunakan istilah "Rohingya".

Kalender berisi kutipan pidato mantan Perdana Menteri U Nu dan tokoh utama pascakemerdekaan lainnya yang menggambarkan Rohingya sebagai kelompok etnis berbeda. Kalender tersebut juga mengutip pidato Bogyoke Aung San pada 1946 ketika ia mengajak umat Islam untuk hidup damai dengan penduduk mayoritas yang beragama Buddha.

Situs berita MM Times pada 25 November 2015 menyebutkan, pemilik penerbit, U Kyaw Kyaw Wai, dan empat rekannya telah didenda 1 juta kyat karena dianggap melanggar Hukum Percetakan dan Penerbitan. Polisi juga telah menyegel percetakan yang menyimpan salinan kalender tersebut. Mereka didenda pada 23 November di Pengadilan Pazundaung Township di Yangon setelah ditangkap pada 21 November.

Ko Tin Win Aung, yang menjalankan toko percetakan Kyaw di 54th Street, Yangon, mengkritik keputusan polisi yang menutup tokonya. "Kami adalah bisnis percetakan yang menerima pekerjaan untuk sejumlah biaya. Usaha kami kecil. Kami tidak memiliki kebebasan yang sama seperti yang didapat perusahaan besar. Kami tidak tahu apa isinya," katanya.

U Thiha Saw, sekretaris Dewan Pers Myanmar, mengatakan, ia menyadari kasus ini tapi dewan belum menerima keluhan resmi. "Kami akan terus memantau kasus ini," katanya seraya menambahkan bahwa hukuman pada media menujukkan niat pemerintah yang tidak melindungi kebebasan berekspresi.

Sementara itu, penulis Ma Thida (Sanchaung) mengatakan, dia belum mendengar kabar penangkapan, tapi menyatakan keprihatinan bagaimana hukum dapat dengan mudah digunakan untuk membungkam kebebasan berekspresi. "Pemerintah dan parlemen memiliki tugas untuk meninjau undang-undang ini," ujarnya.

MMTIMES.COM | MECHOS DE LAROCHA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Martha Warta Silaban

Martha Warta Silaban

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus