Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ringkasan Berita
Aksi “piknik melawan” merupakan gerakan organik dengan peserta dari berbagai kalangan.
Di Garut, Aksi Kamisan dimulai dengan agenda menolak revisi Undang-Undang TNI.
Kelompok masyarakat sipil melawan upaya penguatan dwifungsi TNI lewat uji materi ke MK.
HARI akan berganti, tapi lebih dari 20 orang masih nongkrong di seberang Gerbang Pancasila gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, Rabu tengah malam, 16 April 2025. Mereka duduk di dalam dan luar dua tenda merah dan biru. Bukan sembarang nongkrong, aktivitas itu bentuk penolakan terhadap revisi UU TNI atau Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia.
Berbeda dengan aksi protes pada umumnya, tiada pengunjuk rasa yang berorasi. Pada siang, mereka membaca buku, memasak, hingga membuka layanan oles kuteks gratis. Terkadang mereka melariskan dagangan para pedagang seperti tukang kopi keliling dan penjual burger.
Mereka pun kerap berdiskusi santai soal berbagai isu teranyar. “Ini juga bentuk perlawanan, kami tak mau terus dibungkam,” kata peserta aksi, Dian—bukan nama sebenarnya—kepada Tempo malam itu.
Selama sekitar tiga jam Tempo berada di sana, belasan anak muda bergiliran datang. Hampir semuanya tidak saling mengenal. Namun mereka sama-sama resah atas menguatnya dwifungsi TNI melalui revisi undang-undang yang disahkan DPR pada Kamis, 20 Maret 2025.
Gerakan bernama “piknik melawan” ini bermula dari diskusi di media sosial X. Akun @BarengWarga yang punya lebih dari 100 ribu pengikut menampung kegelisahan warganet terhadap DPR dan pemerintah yang ngotot merevisi Undang-Undang TNI. Dalam diskusi, tercetuslah ide mendirikan tenda di depan gerbang DPR sehari sebelum pengesahan Undang-Undang TNI.
Dian yang hadir di lokasi pada hari pertama unjuk rasa mengaku tak mengetahui siapa pemilik dua tenda yang dipacak di sana. Sempat ada yang menanyakan dalam diskusi bahwa mereka membutuhkan tenda. Saat dia tiba di depan Gerbang Pancasila, kemah itu sudah berdiri. Adapun untuk makanan, mereka menyiapkan bahan masakan secara swadaya.
“Piknik melawan” sempat vakum menjelang masa libur Lebaran. Namun sejumlah inisiator gerakan di tim Bareng Warga mengusulkan melanjutkan aksi. “Kami di Bareng Warga sepakat aksi ini maraton, bukan sprint. Harus bertahan lama,” ucap Dian.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Napas Panjang Menolak Dwifungsi