Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (DPP PPP) sedih sekaligus lega menanggapi vonis yang dijatuhkan kepada mantan Ketua PP Romahurmuziy alias Romy selama dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Romy dianggap terbukti memperdagangkan pengaruhnya terhadap bekas Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam penetapan beberapa pejabat di Kementerian Agama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Meski kami bersedih atas vonis itu, namun ada sedikit kelegaan karena merupakan perkara gratifikasi, bukan suap," ujar Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani dalam keterangan tertulis pada Selasa, 21 Januari 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arsul berharap putusan ini bisa memperjelas bahwa Romy tidak terbukti menerima suap karena tidak divonis berdasarkan Pasal 12 (b) UU No. 20 Tahun 2001 tentang perbuatan suap yang menjadi dakwaan primer Romy.
Vonis hakim terhadap Romy dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, kemarin, Senin, 20 Januari 2020. Vonis untuk Romy lebih ringan dari tuntutan. Jaksa Penuntut Umum menuntut Romy 4 tahun penjara.
Dalam putusannya, hakim menyatakan bekas Ketua Umum PPP itu terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Antikorupsi yang mengatur soal penerimaan hadiah atau janji. "Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya."