Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi memerintahkan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin berkoordinasi dengan Komnas HAM dalam penanganan dugaan pelanggaran HAM berat. Hal ini adalah satu dari dua perintah Jokowi ke Burhanuddin dalam Instruksi Presiden atau Inpres Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Melakukan pendampingan saat dilakukan verifikasi data korban," demikian bunyi perintah kedua, dalam Inpres yang diteken Jokowi pada 15 Maret 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Inpres 2 ini terbit setelah sebelumnya Jokowi menerima laporan resmi dari Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu alias Tim PPHAM. Pada 11 Januari lalu, Jokowi mengakui soal adanya 12 pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu.
"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara RI mengakui bahwa pelanggaran HAM yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa," kata Jokowi.
Komnas Minta Bantuan Mahfud
Pada hari yang sama, Komnas HAM meminta Menteri Koordinator Politik Hukum Keamanan Mahfud Md untuk memfasilitasi koordinasi antara mereka dengan Kejaksaan Agung untuk penyelidikan dan penyidikan kasus pelanggaran HAM berat melalui mekanisme yudisial.
Permintaan disampaikan usai ada pengakuan dari Jokowi. “Pengakuan tersebut memperlihatkan adanya komitmen pemerintah sebagai pemangku kewajiban dalam pemulihan hak korban, untuk memberikan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi sesuai peraturan perundang-undangan,” kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam keterangan tertulis, Rabu, 11 Januari 2023.
Atnike mengatakan Komnas HAM mendukung jaminan ketidakberulangan peristiwa Pelanggaran HAM berat. Caranya dengan membangun pemajuan dan penegakan HAM yang efektif seperti mendorong ratifikasi semua instrumen HAM Internasional.
Lalu, perubahan kebijakan di berbagai sektor dan tatanan kelembagaan pada institusi negara, dan peningkatan kapasitas penegak hukum dan aparat sipil negara melalui pendidikan dan pelatihan HAM.
Beberapa hari kemudian, Komnas HAM lalu bertemu Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta. Mereka bicara soal penyelesaian yudisial dan non-yudisial korban pelanggaran HAM berat masa lalu.
Saat ini, Atnike melaporkan ada lebih dari 6.000 korban pelanggaran HAM berat yang sudah diverifikasi Komnas HAM. Artinya, korban sudah dapat surat keterangan yang berarti pengakuan resmi dari negara.
"Tentu kami bicara jumlah korban yang jauh lebih besar dari 6.000 itu," kata Atnike di Istana Merdeka, Jakarta, Senin, 16 Januari 2022.
Sebanyak 6.000 korban ini berasal dari berbagai kasus seperti tragedi Gerakan 30 September atau G30S 1965, kasus penghilangan paksa, hingga kasus Tanjung Priok. Surat keterangan lahir setelah Komnas HAM turun langsung memverifikasi kejadian ke korban dan keluarganya.
"Dalam setahun Komnas HAM itu bisa mengeluarkan kurang lebih 300-500 surat keterangan korban pelanggaran HAM berat," ujarnya.
Selanjutnya: Perintah ke sejumlah menteri
Dalam Inpres 2 ini, Jokowi memberi perintah kepada 19 menteri dan pimpinan lembaga untuk melaksanakan rekomendasi Tim PPHAM. Ada dua perintah umum, yaitu memulihkan hak korban dan mencegah agar pelangaran HAM berat masa lalu tidak terjadi lagi.
Menteri Koordinator Politik Hukum Keamanan Mahfud Md diperintahkan untuk mengoordinasikan penyusunan prioritas pelaksanaan rekomendasi Tim PPHAM. Di saat yang bersamaan, Jokowi juga meneken Keputusan Presiden atau Kepres Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tim Pemantau PPHAM. Mahfud jadi Ketua Pengarah di Tim Pemantau PPHAM ini.
Ada juga perintah untuk Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk mengkoordinasikan pemerintah daerah dalam memverifikasi data korban. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, diperintahkan memverifikasi data korvan atau ahli warisnya yang ada di luar negeri.
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo diperintahkan untuk melakukan optimalisasi pendidikan dan pelatihan HAM bagi prajurit masing-masing.