Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

KPU Sebut Asas Erga Omnes akan Diberlakukan Dalam Putusan MK Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Apa Artinya?

Anggota KPU sebut MK akan berlaku asas erga omnes dalam putusan MK terhadap hasil sengketa pilpres atau PHPU pada Senin 22 April. Ini maksudnya.

16 April 2024 | 11.01 WIB

Sidang sengketa hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan agenda pemeriksaan saksi dan ahli pihak terkait atau Kubu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Gedung MK, Jakarta pada Kamis, 4 April 2024. TEMPO/Amelia Rahima Sari
Perbesar
Sidang sengketa hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan agenda pemeriksaan saksi dan ahli pihak terkait atau Kubu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Gedung MK, Jakarta pada Kamis, 4 April 2024. TEMPO/Amelia Rahima Sari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) akan menyampaikan putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024, pada Senin 22 April 2024. Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Idham Holik mengungkapkan bahwa pada sidang penyampaian tersebut putusan yang dibacakan bersifat erga omnes (untuk semua).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Asas erga omnes tercantum dalam UU Nomor 8 Tahun 2011 Pasal 10 Ayat (1) tentang MK. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa Putusan MK bersifat final dan langsung mendapat kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh seperti banding, kasasi atau lainnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Putusan MK bersifat erga omnes. KPU wajib laksanakan apa pun putusan MK atas PHPU pilpres nanti yang akan dibacakan pada tanggal 22 April 2024," kata Idham saat dihubungi di Jakarta, Senin.

Keputusan erga ormes juga berarti bahwa keputusan MK berlaku secara umum bagi seluruh warga negara Indonesia bukan hanya untuk pihak- pihak yang berperkara saja.

Dengan adanya keputusan tersebut maka KPU akan melaksanakan amanat yang termaktub dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 475 ayat (4) yang berbunyi "KPU wajib menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi."

Meski putusan MK terhadap PHPU bersifat erga omnes, namun pada perkara Pemilu kali ini Ketua MK, Suhartoyo mengatakan bahwa hakim MK akan membuka tahapan penyampaian simpulan setelah tahapan persidangan selesai.

"Kami, majelis hakim, bersepakat sekiranya ada hal-hal yang masih mau diserahkan meskipun ini persidangan terakhir, bisa diakomodasi melalui kesimpulan," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo di akhir sidang lanjutan perkara PHPU Pilpres 2024, Jumat (5/4).

Ia juga mengatakan bahwa sebenarnya tahapan penyampaian kesimpulan tidak bersifat wajib. Namun, dikarenakan pada tahun ini ada banyak dinamika yang berbeda dari tahun- tahun sebelumnya, sehingga MK akan mengakomodasi penyampaian hal- hal yang krusial dan menerima penyerahan berkas yang masih tertinggal dalam sidang- sidang sebelumnya melalui tahapan penyampaian kesimpulan nantinya.

Dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khusus Pasal 24C ayat (1) menyatakan bahwa MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Jelang pembacaan putusan PHPU Pemilihan Presiden pakar pemilu dari Universitas Indonesia Titi Angraini turut memberikan komentar. Ia menilai bahwa ada peluang MK akan memutuskan pemungutan suara ulang terkait adanya pergerakan distribusi bansos, dengan dipanggilnya empat menteri pada sidang terakhir MK.

“Kalau dari proses persidangan, peluang untuk putusan itu mengarah pada PSU terkait dengan pergerakan distribusi bansos (bantuan sosial) yang menyasar titik-titik suara pasangan calon (paslon) lawan gitu," kata Titi saat dihubungi Tempo pada Senin, 8 April 2024.

Titi melanjutkan bahwa diskualifikasi Prabowo-Gibran dalam PHPU kemungkinan kecil terjadi. Alasannya yang pertama, dikarenakan peraturan tentang batasan usia capres yang menjadi poin tuntutan merupakan produk hukum MK. Alasan kedua ialah kesalahan penerimaan berkas Calon Presiden terletak pada KPU. Melihat dari kasus sebelumnya kesalahan KPU pada pilkada, tidak menjadi pertimbangan MK untuk melakukan diskualifikasi calon.

Dosen Universitas Indonesia tersebut juga mengatakan bahwa akan ada kejutan yang diberikan oleh MK dalam hasil putusan PHPU nantinya. Hal ini berkaitan dengan dugaan kecurangan Pemilu yang tertutup, sistematis, dan masif.

"Saya meyakini akan ada kejutan dari Putusan MK. Sesuatu yang akan berkontribusi bagi perbaikan pemilu Indonesia, terdekat setidaknya menjadi pembelajaran untuk Pilkada 2024," ujar Titi

TIARA JUWITA  | AMELIA RAHIMA SARI

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus