Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Diskusi berjudul "Setengah Abad Gendjer-gendjer" yang rencananya diselenggarakan HMJ Pendidikan Sejarah Universitas 17 Agustus 1945, Banyuwangi, pada 3 Oktober 2015 batal diadakan. Pembatalan kegiatan ini dilakukan pihak panitia karena tekanan yang didapat dari berbagai pihak.
Keterangan ini didapat dari Ika Ningtyas, salah satu pembicara yang akan hadir dalam diskusi ini. "Pada 25 September 2015, saya dihubungi pihak panitia, kebetulan dalam setahun terakhir memang sedang meneliti lagu Gendjer-gendjer ini," katanya saat dihubungi pada Rabu, 30 September 2015.
Ika menuturkan, pada 29 September 2015, ia membantu pihak panitia dalam mempromosikan kegiatan itu pada akun media sosialnya. Namun, selang setengah jam, pihak panitia memintanya untuk menghapus posting-an poster dengan alasan pihak keamanan tidak menyetujui kegiatan itu. Ika pun lantas menurutinya. Meski, menurut dia, 40 temannya di media sosial berminat menghadiri diskusi tersebut.
Pada 30 September 2015, Ika mendapatkan kabar bahwa Kepolisian Resor Banyuwangi dan Kodim mendatangi pihak kampus yang berujung pada dibatalkannya acara tersebut. "Polres sama Kodim sudah mendatangi kampus dua kali, pada 29 dan 30 September 2015," ucapnya.
Ika juga mengatakan sampai saat ini stigma masyarakat terhadap lagu asli Banyuwangi ini masih buruk. Padahal lagu ini menceritakan susahnya kehidupan masyarakat Banyuwangi saat zaman penjajahan Jepang, yang harus memakan daun genjer—makanan yang biasa dipakai untuk pakan ternak.
"Panitia sebenarnya ingin menceritakan bagaimana perjalanan lagu ini sekaligus melakukan pelurusan sejarah," Ika menjelaskan. Menurut Ika, sejak 1998, telah banyak musikus lokal maupun internasional yang mulai mengangkat kembali lagu ini ke ranah publik. "Pernah jadi soundtrack film Gie juga," tuturnya.
DIKO OKTARA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini