Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah tokoh yang digadang sebagai calon presiden atau capres 2024 mulai memperlihatkan gimmick politik. Seperti yang dilakukan Puan Maharani, Anies Baswedan hingga Airlangga Hartarto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengamat politik, Dedi Kurnia, menilai aktivitas yang dilakukan sejumlah tokoh yang memiliki relevansi bisa saja meningkatkan elektabilitas mereka di Pilpres 2024. “Sekurangnya dukungan dari kelompok yang terlibat,” kata Dedi kepada Tempo, Sabtu, 13 November 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dedi mencontohkan, dalam silturahmi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ke PWNU Jawa Timur bisa saja berpengaruh pada elektabilitasnya. Sebab, sulaturahmi dari sisi masyarakat nahdliyin adalah baik. “Meskipun semua mahfum, itu memiliki nuansa politik,” katanya.
Sebaliknya, gimmick politik yang dilakukan Ketua DPR Puan Maharani ketika menanam padi di tengah hujan justru terlalu jauh relevansinya. Dedi mengatakan, satu sisi Puan tidak memiliki hubungan apapun dengan proses menanam padi. Sementara petani, terutama di Jawa, memahami jika masa menanam tidak akan dilakukan saat hujan, karena berbahaya dalam kaitannya dengan cuaca.
Menurut Dedi, kondisi itu akan membedakan respons publik. “Puan bisa saja justru mendapat cibiran, dan nuansa politisnya tentu tidak elegan. Dari konteks ini, sulit mendapat elektabilitas dari upaya itu,” kata dia.
Adapun Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, kata Dedi, akan lebih diuntungkan dengan posisi mereka. Sebab, apapun yang mereka lakukan bersama publik di wilayahnya, mereka memiliki relasi dengan posisinya sebagai kepala daerah. Misalnya, Dedi menyebutkan kegiatan Ganjar dan RK yang selalu menyapa warga lalu dipamerkan di media sosial.
Sementara Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Dedi menilai sulit meningkatkan elektabilitasnya jika melakukan aktivitas di luar posisinya sebagai Menteri Koordiantor Perekonomian. Pasalnya, Dedi mengungkapkan, tren kontestasi 2024 akan memunculkan banyak nama, sehingga publik memiliki banyak pilihan.
Di sisi lain, banyaknya nama yang muncul akan membuat tokoh-tokoh tertentu tergesa-gesa melakukan promosi politik, dan itu akan membuat publik mudah menafsirkan jika aktivitas elite itu hanya untuk urusan politik. Alasan berikutnya, banyaknya tokoh yang muncul dengan berbagai manuvernya juga membuat publik menyamaratakan semuanya.
“Sehingga apapun yang akan dilakukan elite, tetap dianggap bukan sesuatu yang penting. Inilah yang membuat elektabilitas meningkat lambat pada tiap-tiap elite,” ujar dia.
FRISKI RIANA
Baca juga: Golkar Buka Pintu Bagi Ganjar Jadi Pendamping Airlangga di Pilpres 2024