Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Masih ada beberapa masalah yang harus diperbaiki dalam rancangan revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Kesimpulan itu disampaikan peneliti dari Institute for Criminal Justice Report (ICJR) Anggara Suwahyu yang sempat mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara perwakilan masyarakat dengan Komisi I DPR.
"Ada banyak masalah penting," kata Anggara saat ditemui di daerah Cikini, Jakarta, pada Rabu 10 Februari 2016. Anggara mengatakan, setidaknya ada tiga cakupan perubahan dalam UU ITE. Yaitu tentang penangkapan dan penahanan yang di dalam rancangan undang-undang itu tak memerlukan izin pengadilan, soal ancaman hukuman yang dikurangi dari 6 tahun menjadi 3 tahun, dan tentang penyadapan.
Anggara menjelaskan, penangkapan dan penahanan seharusnya tetap lewat persetujuan dari pihak pengadilan, karena memang sebelumnya undang-undang ini sudah mengatur hal tersebut pada Pasal 43. "Di rancangan ini, izin dari pengadilan dicabut," ujarnya.
Mengenai ancaman hukuman, menurut Anggara, pasal-pasal tindak pidana yang sudah ada di dalam KUHP lebih baik tak dimasukkan lagi dalam rancangan revisi UU ITE. Ia memberikan contoh, judi online yang di UU ITE ancaman hukumannya 6 tahun penjara. Sementara itu pidana serupa di KUHP, justru diancam hukuman sepuluh tahun. "Itu contoh pasal yang rumusan tindak pidananya tak melihat lagi ke KUHP."
Terakhir, soal penyadapan. Anggara menginginkan pasal tersebut tak perlu diubah. Revisi Pasal 31 ini tak diperlukan karena Mahkamah Konstitusi sudah memerintahkan kepada Kementerian Informasi dan Komunikasi sejak 2012 untuk membuat UU Penyadapan.
Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq saat dihubungi mengatakan bahwa komisinya baru menghimpun pandangan para pakar mengenai substansi revisi UU ITE. "Kami baru menghimpun itu, dan pendapat pakar beragam," ucapnya.
Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di komisi I DPR soal pembahasan revisi UU ITE dilakukan pada Rabu, 3 Februari 2016. Dalam rapat tersebut, legislatif meminta pandangan perwakilan masyarakat atau mengenai substansi rancangan undang-undang ini.
DIKO OKTARA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini