Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Nusa

Temuan Komnas HAM Soal Bentrok di Pulau Rempang, Ada Selongsong Gas Air Mata dan Warga Terintimidasi

Selongsong gas air mata ditemukan di atap sekolah, sebelumnya polisi sebut karena terbawa angin. Berikut sederet temuan Komnas HAM di Pulau Rempang.

24 September 2023 | 11.55 WIB

Polisi menembakkan gas air mata saat membubarkan unjuk rasa warga Pulau Rempang di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Senin, 11 September 2023. Aksi yang menolak rencana pemerintah merelokasi mereka tersebut berakhir ricuh. ANTARA FOTO/Teguh Prihatna
Perbesar
Polisi menembakkan gas air mata saat membubarkan unjuk rasa warga Pulau Rempang di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Senin, 11 September 2023. Aksi yang menolak rencana pemerintah merelokasi mereka tersebut berakhir ricuh. ANTARA FOTO/Teguh Prihatna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengindikasikan terjadinya dugaan pelanggaran HAM dalam serangkaian insiden bentrokan di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Berdasarkan temuan sementara, Komnas HAM mengingatkan negara agar tidak melanggar hak warga atas tempat tinggal yang layak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Terkait dengan penolakan masyarakat Pulau Rempang untuk direlokasi negara tidak boleh melanggar hak atas tempat tinggal yang layak baik tindakan maupun kebijakan yang diambil baik tingkat lokal maupun nasional. Kebijakan negara tidak boleh diskriminatif dan menimbulkan pembatasan tanpa dasar hukum yang sah, ekslusif dan tidak proposional negara, tidak boleh melakukan relokasi paksa atau forced evictions yang merupakan bentuk pelanggaran HAM," kata Koordinator Subkomisi Penegakan Komnas HAM Uli Parulian Sihombing dalam konferensi pers di Komnas HAM pada Jumat, 22 Agustus 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Insiden bentrokan di Pulau Rempang berawal dari rencana pemerintah menjadikan kawasan ini perpaduan industri, perdagangan, dan wisata dengan nama Rempang Eco City. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) ditunjuk untuk mengawal realisasi investasi proyek dengan target investasi Rp 381 triliun pada 2080.

Proyek ini akan merelokasi warga Pulau Rempang yang sudah mendiami 16 kampung adat sejak 1834. Namun, upaya relokasi ini tidak mulus karena tak semua warga bersedia angkat kaki dari kampung yang telah mereka didiami sejak ratusan tahun silam. Dampak penolakan adalah kericuhan yang berujung bentrokan antara warga dan aparat pada 7 dan 11 September 2023.

Temuan selongsong gas air mata

Komnas HAM menerjunkan tim untuk menginvestigasi dugaan pelanggaran HAM di kawasan proyek strategis nasional ini sepuluh hari pasca terjadinya bentrokan. Dalam investigasinya, Komnas HAM menemukan beberapa selongsong peluru gas air mata di atap dan di dekat pekarangan Sekolah Dasar Negeri 024 Galang.

SDN 024 Galang merupakan salah satu lokasi yang terkena dampak tembakan gas air mata saat bentrokan antara aparat dan masyarakat di kawasan Jembatan IV Barelang. Kegiatan belajar-mengajar ketika itu pun dihentikan karena gas air mata memasuki area sekolah.

Berdasarkan temuan tersebut, Komisioner Mediasi Komnas HAM, Prabianto Mukti Wibowo mengatakan pihaknya akan menanyakan ke kepolisian dan menyelisik apakah tindakan tersebut sesuai atau tidak dengan prosedur operasi standar dalam Peraturan Kepala Kepolisian RI Nomor 1 Tahun 2009. "Perlu dilakukan penyelidikan, apakah tindakan ada unsur pelanggaran atau tidak," ujar Prabianto dikutip dari Koran Tempo.

Komnas HAM juga memberikan catatan soal penyediaan layanan trauma healing di sekolah oleh kepolisian, beberapa waktu lalu. Komnas HAM menilai layanan tersebut seharusnya tidak cukup sekali saja diberikan karena trauma yang dialami para siswa berkepanjangan. "Perlu layanan lebih lanjut. Psikolog juga harus diturunkan." kata Prabianto.

Pengerahan personel aparat berlebihan

Komnas HAM juga menilai ada penggunaan kekuatan aparat yang dianggap berlebihan dalam penanganan konflik di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Komisioner Komnas HAM Saurlin P Siagian mengatakan, pihaknya sepakat dengan KontraS yang telah melakukan audiensi dengan masyarakat Pulau Rempang dan menemukan hal yang sama soal penggunaan kekuatan aparat dalam konflik di sana.

Belum adanya proses yang mendahulukan sikap masyarakat untuk mengambil keputusan setuju atau tidak bersedia direlokasi, kata dia, juga menambah kuatnya dugaan unsur pelanggaran. Meski demikian, Saurlin belum bisa memastikan kesimpulan akhir Komnas HAM. "Kami perlu menelusuri relasi hak sipil dan politik dengan fakta yang terjadi. Serta seperti apa hak-hak ekonomi, sosial, budaya, dan sejarah di sana. Hal itu perlu kami buktikan lebih dulu," kata Siagian.

Selanjutnya: Temuan warga Pulau Rempang merasa terintimidasi

Rencana relokasi minim sosialisasi

Terkait sosialiasi rencana relokasi kepada penduduk, Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Putu Elvina menyebut hal itu minim dilakukan oleh Polresta Barelang. Putu mengungkap bahwa hal itu berdasarkan penjelasan yang diterima Komnas HAM dari Polresta Barelang.

"Kapolresta Barelang sangat minim menyampaikan sosialisasi rencana relokasi masyarakat Pulau Rempang dan tidak memadai sehingga berpotensi menimbulkan penolakan dari masyarakat,” kata Putu dalam konferensi pers di Komnas HAM pada Jumat, 22 Agustus 2023.

Lebih lanjut, Putu menyebut pengerahan seribu pasukan gabungan dalam pengamanan rencana kegiatan pematokan tata batas di Pulau Rempang pada 7 September 2023 dilakukan untuk mengantisipasi potensi kerusuhan oleh masyarakat Pulau Rempang yang menolak untuk direlokasi.

Warga merasa terintimidasi

Siagian mengatakan Komnas HAM juga telah meminta keterangan langsung dari masyarakat Desa Sembulang, Desa Dapur 6 dan Pantai Melayu. Berdasarkan keterangan yang didapat, dia mengatakan warga merasa terintimidasi dan tak pernah menandatangani persetujuan rencana relokasi.

"Proses sosialisasi door-to-door oleh BP Batam dan Tim Satgas Terpadu ke rumah-rumah dengan melibatkan polisi dan TNI membuat warga merasa terintimidasi. Masyarakat tidak pernah menandatangani persetujuan relokasi dan tidak hadir dalam dalam sosialisasi tersebut karena tidak menyetujui rencana relokasi," ujarnya.

Siagian mengungkap bahwa warga juga menyebut pelayanan puskemas berhenti beroperasi dan tenaga kesehatan dipindah tugaskan."Masyarakat menyatakan bahwa pelayanan kesehatan di Puskesmas sudah berhenti beroperasi karena para tenaga kesehatan yang bertugas diminta berkemas dan bersiap pindah ke fasilitas kesehatan yang baru," ujarnya.

Selain itu, Komnas HAM juga menerima informasi terkait keterlibatan ASN dalam membujuk warga agar mau direlokasi. Dia mengatakan ANS di lokasi konflik juga dipaksa mengikuti rencana relokasi tersebut.

"Komnas HAM menerima informasi dari beberapa pihak bahwa terjadi pelibatan ASN untuk mengajak masyarakat Pulau Rempang agar bersedia direlokasi dengan konsekuensi tertentu. Ada tekanan dari pejabat desa setempat bagi ANS yang bekerja di lingkungan tersebut agar mengikuti persetujuan relokasi,” kata Siagian.

HATTA MUARABAGJA | TIM TEMPO.CO

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus