Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Yayasan Lentera Anak Dorong Pemerintah Sahkan Revisi PP Soal Produk Tembakau

Yayasan Lentera Anak mendesak pemerintah mengesahkan revisi PP Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

24 Juni 2022 | 04.59 WIB

Sejumlah massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Peduli Kesehatan (KOMPAK) melakukan aksi parade mural di Kawasan Patung Kuda, Jakarta, Rabu, 17 November 2021. Aksi tersebut menyatakan desakan kepada Presiden Joko Widodo untuk segera mengesahkan revisi PP 109/2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan untuk melindungi kesehatan masyarakat dan mencapai target penurunan prevalensi perokok anak. TEMPO/Muhammad Hidayat
Perbesar
Sejumlah massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Peduli Kesehatan (KOMPAK) melakukan aksi parade mural di Kawasan Patung Kuda, Jakarta, Rabu, 17 November 2021. Aksi tersebut menyatakan desakan kepada Presiden Joko Widodo untuk segera mengesahkan revisi PP 109/2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan untuk melindungi kesehatan masyarakat dan mencapai target penurunan prevalensi perokok anak. TEMPO/Muhammad Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden dan para pemangku kewajiban lagi-lagi didorong untuk melakukan upaya perlindungan hak kesehatan anak dengan segera menyelesaikan dan melakukan pengesahan terhadap proses Revisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Desakan ini dilakukan oleh Yayasan Lentera Anak (Lentera Anak Foundation).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

"Proses revisi itu sudah sangat lama, dari tahun 2018, sampai sekarang sudah 5 tahun. Dan itu tidak ada progres." kata Ketua Yayasan Lentera Anak, Lisda Sundari, saat melakukan diskusi virtual bersama Tempo, Kamis, 23 Juni 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemberlakuan revisi terhadap PP 109/2012 dinilai Lisda akan sangat membantu untuk melindungi anak-anak terutama dari kenaikan perokok anak.

Ia mengatakan mengonsumsi rokok bukan hanya sebatas membahayakan kesehatan, tetapi juga mempengaruhi kehidupan ekonomi bagi keluarga.

Mengutip data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Lisda mengatakan, perokok dari keluarga miskin menaruh pembelian rokok menjadi hal kedua yang harus dibeli setelah beras.

Hal itu tentu mempengaruhi perkembangan anak dari segi pemenuhan pendidikan yang layak dan pemenuhan makanan sehat.

"Jadi ini sangat berhubungan erat masalah konsumsi rokok dengan pemenuhan hak dan perlindungan anak-anak di Indonesia," ujarnya.

"Karena mereka melihat orang-orang dewasa merokok yang harusnya menjadi role model mereka," tambah Lisda.

Lisda menjelaskan terdapat beberapa substansi diangkat pada revisi PP 109/2012 yang sudah tidak mengakomodasi dinamika persoalan rokok saat ini dan perlu segera mendapatkan perbaikan.

Pertama pengendalian terhadap iklan rokok di tempat perbelanjaan maupun internet yang semakin marak. Bahkan, tayangannya pun tidak ada batasan waktu.

"Di Indonesia tidak ada peraturan tentang itu, kalau di TV dan di media cetak itu ada Undang-Undang Penyiaran atau Undang-Undang Pers kan," ujarnya.

Kedua mengenai perluasan besar peringatan kesehatan bergambar pada bungkus rokok (PHW) dari yang hanya sebesar 40 persen pada bungkus di bagian belakang dan bagian depan menjadi 90 persen. Besaran PHW 40 persen dinilai terlalu kecil dibanding standard Internasional yang angka efektifitas minimumnya besaran di 80 persen.

"Perluasan kesehatan peringatan kesehatan bergambar dari 40 menjadi 90%, jadi dibesarkan. Karena yang efektif itu minimal 80%," ujar Lisda.

Ketiga, peringatan rokok elektronik dan tembakau yang dipanaskan. Data menunjukan penggunanya semakin meningkat, padahal bahayanya sama saja. Menurut data terjadi peningkatan hingga sepuluh kali lipat terhadap pengguna rokok elektronik, dari 0,3 persen menjadi 3 persen. Keempat, larangan penjualan batangan dan penguatan pengawasan.

Rahma Dwi Safitri

Mahasiswa Universitas Gunadarma

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus