Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SAYA setuju seratus persen dengan budayawan Ignas Kleden bahwa mengharapkan keteladanan dari pemimpin bangsa, sekarang ini, dalam upaya memberantas praktek kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) hanya sebuah impian kosong. Banyak bukti-bukti sejak rezim Soeharto sampai masa kini yang menopang dengan teguhnya pendapat ini. Hukum dan moral seakan-akan sudah menjadi barang antik yang tempatnya ada di museum. Bagaimana dengan agama? Kalau memang semua orang mengaku-aku sebagai orang beragama, sudah tentu tidak akan ada praktek KKN di negeri ini. Memang ada orang-orang yang masih percaya bahwa agama masih berdaya untuk mencegah KKN. Tetapi, orang-orang jenis ini, walaupun jumlahnya banyak, tak kuasa untuk mencegah segelintir orang yang namanya pejabat dari perbuatan aib ini. Namun, kalau saja orang-orang beragama dan moralis mau menghimpun kekuatan secara terorganisasi dan beradab, mereka dapat menjadi kekuatan penekan yang sangat dahsyat untuk mengubah singkatan KKN dari korupsi, kolusi, dan nepotisme menjadi ?kunci ke neraka? bagi pelaku KKN yang bandel itu.
Karena itu, hai umat beragama dan moralis, himpunlah kekuatan secara terorganisasi dan beradab untuk memberikan ?kunci ke neraka? bagi pelaku KKN. Bersatulah dengan ICW, Gempita, dan apa saja yang sudah ada dalam sebuah Badan Koordinasi Melawan KKN (BKM-KKN). Bapak-bapak kiai (Islam), pendeta (Protestan), pastor (Katolik), biksu (Buddha), pedande (Hindu), dan para moralis bersatulah membentuk BKM-KKN. Anda sekalian punya peranan yang sangat menentukan karena sebagian besar bangsa ini, baik pejabat maupun yang bukan pejabat, adalah umat Anda.
Ada suatu masa dalam sejarah bangsa ini, yaitu sekarang, ketika Anda dituntut untuk berperan lebih dari sekadar pengkotbah kebaikan dan kebajikan. Bangsa ini meminta Anda untuk menjadi penggerak, pemimpin implementasi kebaikan dan kebajikan, tatkala bangsa ini menjadi korban keganasan KKN. Tetapi ingat, sekali lagi ingat, kita harus lemah lembut dalam ketegaran karena kita ingin bangsa ini menjadi bangsa yang beradab, bukan bangsa yang mudah mengamuk hanya untuk mendapatkan sebungkus nasi atau membakar seorang pencuri sampai mati gosong hanya karena mencuri ayam.
CORNELIS A. BOEKY, M.P.A.
Tanjungbarat, Pasarminggu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo