Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Bukan Rektor Asing, Menristek Pilih Kolaborasi Penelitian

Rencana mendatangkan rektor asing itu berawal dari Menristekdikti periode sebelumnya, Mohamad Nasir.

20 November 2019 | 13.46 WIB

Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro dan Deputi Penguatan Riset dan Pengembangan Muhammad Dimyati menjelaskan klasterisasi perguruan tinggi di Gedung BPPT II, Jakarta Pusat, Selasa, 19 November 2019. TEMPO/Khory
Perbesar
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro dan Deputi Penguatan Riset dan Pengembangan Muhammad Dimyati menjelaskan klasterisasi perguruan tinggi di Gedung BPPT II, Jakarta Pusat, Selasa, 19 November 2019. TEMPO/Khory

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro menjelaskan bahwa rektor asing tidak menjadi rencananya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Rencana mendatangkan rektor asing itu berawal dari Menristekdikti periode sebelumnya, Mohamad Nasir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kita tidak bicara rektor asing di sini, yang penting adalah kita butuh kerja sama penelitian lebih banyak dengan pihak asing,” ujar Bambang di Gedung BPPT II, Jakarta Pusat, Selasa, 19 November 2019.

Sebelumnya, Nasir menyebutkan akan mendatangkan rektor asing ke Indonesia. Menurutnya, rencana tersebut sudah ada sejak 2015. Berdasarkan pengamatan Kemristekdikti di sejumlah perguruan tinggi di luar negeri, sosok rektor asing bisa menjadi solusi meningkatkan kualitas perguruan tinggi. Nasir juga sempat membicarakan hal tersebut dengan Presiden Jokowi.

Namun, Bambang memiliki pandangan yang berbeda mengenai cara untuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi di Indonesia. “Jadi lebih baik mendatangkan profesor asing, atau riset kolaborasi dengan profesor asing itu sangat direkomendasikan untuk semua universitas di Indonesia ya,” tutur Bambang.

Menurut Bambang, selain dinilai dari segi pendidikan dan pengabdian masyarakat, penilaian perguruan tinggi juga dilakukan dari segi penelitiannya. Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional itu melihat ada korelasi antara kualitas pendidikan di perguruan tinggi dengan penelitiannya.

“Artinya, universitas yang penelitiannya kuat adalah universitas yang sudah punya basis yang kuat di bidang pendidikannya dan pengajarannya,” tambah Bambang. “Jadi kalau saya melihat ya ini malah akan meningkatkan minat mahasiswa untuk masuk universitas tersebut, karena tahu bahwasanya tidak hanya sekadar berdasarkan textbook tapi dosennya pun juga ada keterlibatan dalam penelitian.”

M. Khory Alfarizi

M. Khory Alfarizi

Alumnus Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat. Bergabung di Tempo pada 2018 setelah mengikuti Kursus Jurnalis Intensif di Tempo Institute. Meliput berbagai isu, mulai dari teknologi, sains, olahraga, politik hingga ekonomi. Kini fokus pada isu hukum dan kriminalitas.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus