Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Kabut Misterius Selimuti Kudus  

Beberapa orang berpikir kabut ini berasal dari abu gunung berapi yang meletus.

18 April 2015 | 10.32 WIB

Kabut merayap di antara pepohonan cantigi yang tumbuh di sekitar Kawah Putih, Ciwidey, Jawa Barat (1/12). Selain  cantingi, kawah putih juga ditumbuhi beraneka flora seperti lemo, vaccinium, dan eidelweis. TEMPO/ Nita Dian
Perbesar
Kabut merayap di antara pepohonan cantigi yang tumbuh di sekitar Kawah Putih, Ciwidey, Jawa Barat (1/12). Selain cantingi, kawah putih juga ditumbuhi beraneka flora seperti lemo, vaccinium, dan eidelweis. TEMPO/ Nita Dian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Kudus - Sejak pagi kabut tebal menyelimuti kawasan Kota Kudus dan sekitarnya. Masyarakat Kudus kaget dengan fenomena ini. Kejadian ini tak biasa, mengingat Kudus terletak di kawasan pantai utara yang cukup terik. Bahkan, beberapa orang berpikir kabut ini berasal dari abu gunung berapi yang meletus.

"Kabut apa ini? Ada gunung meletus, ya?" tanya Ulin, warga Kota Kudus, di status BlackBerry Messenger-nya, Sabtu, 18 April 2015.

Fenomena kabut tebal ini juga terjadi di sejumlah tempat di Kabupaten Jepara beberapa waktu lalu. Beberapa orang yang melihat fenomena ini berpikir bahwa ini merupakan kejadian gaib di wilayah pegunungan Muria.

Menurut forecaster Stasiun Metereologi Kelas II Semarang Agus Triono, ini sebenarnya merupakan fenomena alam yang biasa terjadi, terutama di daerah yang sering mengalami suhu panas yang tinggi.

Menurut dia, ini terjadi jika satu wilayah pada siang hari suhu terasa panas, lalu malam hari terjadi penurunan suhu udara yang drastis. Maka, kata dia, kemungkinan besar esok harinya akan berkabut. Ini disebabkan karena uap air di udara terkondensasi, sehingga masa air menjadi lebih berat dan mengambang di atas permukaan tanah.

"Kabut turun tidak hanya terjadi di daerah pegunungan saja. Daerah pesisir pun bisa jika kelembaban udaranya tinggi mendekati 100 persen," kata Agus saat dihubungi Tempo.

Hal ini biasanya terjadi antara pukul 04.00 pagi hingga 08.00 pagi. Kabut akan berangsur-angsur menghilang jika ada sinar matahari yang muncul. Jika waktu terjadinya kabut seperti tercium bau yang khas, kata Agus, itu merupakan bau yang berasal dari kabut dari uap air tersebut.

"Itu bukan bau belerang. Bau itu berasal dari uap air yang terkondensasi. Ini sama seperti kita naik gunung, pasti akan mencium bau yang khas. Itu berasal dari uap air itu sendiri," ujar Agus.

FARAH FUADONA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Iwan Kurniawan

Iwan Kurniawan

Sarjana Filsafat dari Universitas Gadjah Mada (1998) dan Master Ilmu Komunikasi dari Universitas Paramadina (2020. Bergabung di Tempo sejak 2001. Meliput berbagai topik, termasuk politik, sains, seni, gaya hidup, dan isu internasional.

Di ranah sastra dia menjadi kurator sastra di Koran Tempo, co-founder Yayasan Mutimedia Sastra, turut menggagas Festival Sastra Bengkulu, dan kurator sejumlah buku kumpulan puisi. Puisi dan cerita pendeknya tersebar di sejumlah media dan antologi sastra.

Dia menulis buku Semiologi Roland Bhartes (2001), Isu-isu Internasional Dewasa Ini: Dari Perang, Hak Asasi Manusia, hingga Pemanasan Global (2008), dan Empat Menyemai Gambut: Praktik-praktik Revitalisasi Ekonomi di Desa Peduli Gambut (2020).

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus