Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Sekarang Diet Bisa Pakai Bakteri, Bagaimana Caranya?  

Tikus yang telah disuntik dengan bakteri tersebut makan lebih sedikit dan memiliki lemak tubuh yang lebih rendah serta potensi diabetes lebih kecil.

31 Maret 2015 | 16.31 WIB

bakteri virtual
material-symbols:fullscreenPerbesar
bakteri virtual

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Tennessee - Mikroba mungkin saja jadi jalan diet berikutnya. Para ilmuwan berhasil membuat bakteri melalui metabolisme molekul normal yang dapat menekan rasa lapar. Bakteri ini telah diujicobakan kepada seekor tikus. Dampaknya, tikus yang telah disuntik dengan bakteri tersebut makan lebih sedikit dan memiliki lemak tubuh yang lebih rendah serta potensi diabetes lebih kecil.

"Ini menawarkan program penurunan berat badan yang potensial," kata Sean Davis, pakar molekul dari Vanderbilt University, seperti dikutip dari Science Daily. Davies dan rekan penelitiannya akan menjelaskan temuannya ini dalam pertemuan National Meeting & Exposition of the American Chemical Society (ACS) ke-249.

Melalui dana dari National Institute of Health, Davies dan rekan-rekan penelitiannya membuat N-asil-phosphatidylethanolamines (NAPEs), yang diproduksi di usus halus setelah makan dan cepat diubah menjadi N-asil-ethanolamines (Naes), bakteri kuat penekan nafsu makan. Mereka mengubah gen strain bakteri probiotik menjadi NAPEs.

Setelah berhasil mengubah genetika strain bakteri probiotik, tim peneliti kemudian mengujinya kepada sekelompok tikus yang obesitas dan memiliki gejala diabetes. Hasilnya, berat badan tikus tersebut berhasil turun dengan drastis. Berat badan tikus tersebut juga turun 15 persen lebih cepat dalam delapan pekan dibandingkan dengan tikus yang juga diberi program diet tanpa bakteri

Tak hanya itu, metabolisme tikus dan jumlah glukosa dengan program diet bakteri lebih baik ketimbang tikus tanpa bakteri. Berat badan tikus dengan program pun jauh lebih ringan setelah 12 pekan terakhir.

Obesitas sangat meningkatkan risiko berkembangkanya penyakit, seperti jantung, stroke, diabetes tipe 2 dan beberapa jenis kanker. Satu dari orang Amerika mengalami obesitas. Hal itu membuat obesitas momok di Negeri Abang Sam. Terlebih, upaya untuk membendung obesitas sebagian besar mengalami kegagalan.

Davies mengatakan perubahan gaya hidup dan penggunaan obat-obatan tidak dapat begitu berdampak signifikan terhadap penurunan berat badan. Kebanyakan orang akan kembali mendapatkan beratnya badan yang berlebih jika tak dibantu dengan pengurangan pola makan.

Dalam beberapa tahun terakhir banyak penelitian telah menunjukkan bahwa populasi mikroba yang hidup dalam usus mungkin menjadi faktor kunci dalam menurunkan obesitas. "Strategi mikroba usus patut dicoba," ujar Davies.

Dia mengklaim diet mikroba perawatan yang mudah. Tujuannya hanya untuk menghasilkan bakteri terapi yang hidup dalam usus manusia selama enam bulan sampai satu tahun dan memberikan pemberian obat berkelanjutan. Metode ini, kata Davies, jelas berbeda dengan program obat penurunan berat badan yang biasanya harus diminum setiap hari.

Dalam uji coba lebih lanjut, tim Davies menemukan bahwa masalah tikus yang kekurangan enzim untuk membuat Naes dari NAPEs dapat diatasi dengan memberikan bakteri NAE sebagai penggantinya. Uji coba ini menunjukkan penggunaan bakteri NAE dapat digunakan dalam uji klinis terhadap manusia.

Namun penelitian Davies ini tak terlepas dari risiko. Kendala utamanya ialah mencari orang yang cocok untuk uji coba klinis. Sebab, menurut dia, tak semua orang cocok dengan bakteri tersebut.

SCIENCE DAILY | AMRI MAHBUB

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Amri Mahbub

Amri Mahbub

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus