Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Liga Indonesia

Ketua Umum PSSI Tanggapi Kritik FIFPro Soal Pemotongan Gaji

Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan menanggapi kritik Federasi Internasional Asosiasi Pesepak Bola Profesional (FIFPro) soal kebijakan pemotongan gaji.

23 Mei 2020 | 04.02 WIB

Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Mochamad Iriawan meninjau fasilitas Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) di Senayan, Jakarta, Jumat 6 Maret 2020. Peninjauan tersebut guna memastikan kelayakan SUGBK sebagai salah satu venue yang diajukan untuk menggelar pertandingan Piala Dunia U-20 tahun 2021 mendatang. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Perbesar
Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Mochamad Iriawan meninjau fasilitas Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) di Senayan, Jakarta, Jumat 6 Maret 2020. Peninjauan tersebut guna memastikan kelayakan SUGBK sebagai salah satu venue yang diajukan untuk menggelar pertandingan Piala Dunia U-20 tahun 2021 mendatang. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan menanggapi kritik dari Federasi Internasional Asosiasi Pesepak Bola Profesional (FIFPro) soal kebijakan pemotongan 75 persen gaji pemain kala pandemi Covid-19 dengan meminta semua pihak menghentikan perdebatan soal itu.

"Hentikan berdebat tentang untung, rugi, dan bunyi kontrak. Tidak ada guna memperdebatkan situasi bencana yang justru malah terkesan tidak berempati dengan kesulitan yang sama-sama dihadapi oleh bangsa. Faktanya, saat ini kompetisi sedang mati suri. Jangan ada pihak yang malah 'mengompori'," ujar Iriawan kepada Antara di Jakarta, Jumat.

Pria yang akrab disapa Iwan Bule itu menegaskan, PSSI sudah berkoordinasi dengan FIFA terkait situasi darurat Covid-19 di Indonesia.

Oleh karena itu, Kapolda Metro Jaya periode 2016-2017 tersebut berharap semua pihak untuk mempererat kerja sama agar dapat melewati situasi pandemi dan bangkit menjadi lebih baik setelah kondisi buruk berlalu.

"Saya berharap semua pihak bisa saling berangkulan erat untuk bersama-sama bangkit dan bertahan hidup melewati bencana ini, baik itu klub, pemain, pelatih dan semua insan bola yg saling mengikat kontrak," kawaIwan.

Purnawirawan Polri berpangkat akhir Komisaris Jenderal itu juga ingin seluruh insan sepak bola nasional untuk berlapang dada menerima situasi pandemi Covid-19 yang disebutnya terjadi di luar kendali.

FIFPro, pada Rabu (20 Mei), melontarkan kritik terhadap PSSI soal penerapan kebijakan pemotongan 75 persen gaji pemain di tengah pandemi Covid-19 tanpa berdiskusi dengan Asosiasi Pesepak Bola Profesional Indonesia (APPI) sebagai perwakilan pesepak bola di Tanah Air, melalui pernyataan resmi dalam laman mereka fifpro.org.

"PSSI mengintervensi hubungan kerja pemain tanpa keinginan untuk mengundang serikat pesepak bola ke meja perundingan," kata Direktur Legal FIFPro Roy Vermeer.

Pada 27 Maret, PSSI menerbitkan Surat Keputusan (SK) bernomor SKEP/48/III/2020 yang salah satunya berisi, mempersilakan klub-klub Liga 1 dan 2 untuk menggaji pemainnya maksimal 25 persen pada bulan Maret sampai Juni 2020 dari gaji yang tertera di kontrak di tengah jeda kompetisi akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19).

PSSI menetapkan bahwa bulan Maret, April, Mei dan Juni 2020 menjadi keadaan kahar (force majeure) akibat Covid-19.

Dalam pelaksanaannya, FIFPro menemukan fakta bahwa sejak April 2020, tidak ada satu pun klub Liga 1 yang membayar pemainnya lebih dari 25 persen, bahkan ada dua tim yang hanya memberikan 10 persen dari gaji normal kepada pemainnya.

Sementara di Liga 2, seluruh atau 24 tim membayar penghasilan pemain antara 10 dan 15 persen dari kesepakatan.

Dan di Liga 2, menurut FIFPro, para pemain mendapatkan gaji sekitar US$ 200 atau sekitar Rp 2,9 juta per bulan sebelum ada pemangkasan akibat pandemi. Itu dianggap berada di bawah upah minimum regional yakni US$ 300 (Rp 4,4 juta).

Setelah keluar kebijakan pemotongan dari PSSI akibat pandemi, pemain Liga 2 hanya mendapatkan US$ 50 (sekitar Rp 737 ribu) dan nilai itu hanya 17 persen dari upah minimum.

"Fakta bahwa keputusan PSSI berlaku sejak Maret menunjukkan bahwa PSSI tidak peduli dengan standar internasional, apalagi soal kesejahteraan pemain di Indonesia," ujar Roy Vermeer.

Sebelum mengeluarkan pernyataan resmi itu, FIFPro pada 4 April 2020 telah mengirimkan surat kepada PSSI yang isinya meminta penjelasan mengapa keputusan pemotongan maksimal 75 persen gaji dikeluarkan tanpa berdiskusi dengan pemain melalui asosiasi pemain domestik yang dalam hal ini adalah APPI.

"Pemangku kepentingan yang paling terpengaruh dengan keputusan PSSI ini tidak diikutsertakan dalam diskusi. Ini tidak sejalan dengan praktik di tingkat internasional, di mana FIFPro selalu berdialog dengan FIFA dan AFC. Kami tidak dapat menerima langkah tersebut,” tulis FIFPro dalam suratnya yang juga ditandatangani oleh Roy Vermeer.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus