Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Liga Indonesia

Mafia Bola: Para Terdakwa Kompak Tak Ajukan Eksepsi, Ada Apa?

Joko Driyono dan enam terdakwa kasus mafia bola lain dicurigai menyembunyikan sesuatu karena kompak tidak mengajukan eksepsi dalam sidang mereka.

20 Mei 2019 | 22.01 WIB

Tersangka pengaturan skor, Dwi Riyanto alias Mbah Putih digelandang Tim Satgas Anti Mafia Bola menuju mobil tahanan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu, 10 April 2019. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Perbesar
Tersangka pengaturan skor, Dwi Riyanto alias Mbah Putih digelandang Tim Satgas Anti Mafia Bola menuju mobil tahanan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu, 10 April 2019. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Joko Driyono dan enam terdakwa lain dalam kasus mafia bola tidak mengajukan eksepsi atau nota keberatan dalam persidangan mereka. “Hal ini patut dicermati, jangan-jangan habis mafia bola terbit dugaan mafia hukum,” ungkap Ketua Umum Perhimpunan Praktisi Hukum Indonesia (PPHI) Dr Tengku Murphi Nusmir SH MH di Jakarta, Senin 20 Mei.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Dia diminta berkomentar soal persidangan perdana mantan Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Joko Driyono yang menjadi terdakwa perusakan barang bukti terkait perkara match fixing atau skandal pengaturan skor pertandingan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dua pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jokdri, panggilan akrab Joko Driyono, tidak mengajukan eksepsi sehingga sidang dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan pokok perkara.

Namun, sidang kedua Jokdri yang dijadwalkan pada Kamis (9/5) ditunda hingga hampir tiga pekan karena Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak dapat menghadirkan empat orang saksi dari tim Satuan Tugas Antimafia Bola Polri.

Di hari yang sama namun di tempat berbeda, enam terdakwa mafia bola, yakni anggota Komisi Disiplin PSSI Dwi Irianto alias Mbah Putih, Ketua Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI Jawa Tengah yang juga anggota Komite Eksekutif PSSI Johar Ling Eng, mantan anggota Komite Wasit Priyanto dan anaknya Anik Yuni Artika Sari, Direktur Penugasan Wasit PSSI Mansyur Lestaluhu, dan wasit pertandingan Nurul Safarid yang disidangkan di PN Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin (6/5/2019), juga kompak tidak mengajukan eksepsi, sehingga sidang selanjutnya langsung menghadirkan saksi-saksi.

Kekompakan Jokdri dengan enam terdakwa lain tidak mengajukan eksepsi, tutur Murphi, patut dicurigai. “Jangan-jangan ada pihak-pihak yang mereka lindungi agar tidak terseret dalam perkara mereka,” jelasnya.

Sebab itu, kata Murphi, publik pun perlu mencermati sidang perkara Jokdri dan enam terdakwa lainnya itu, jangan-jangan ada kongkalikong atau main mata antara para terdakwa dengan oknum-oknum majelis hakim dan/atau oknum-oknum JPU.

“Apalagi bila melihat penundaan sidang sampai hampir tiga pekan. Jangan-jangan itu untuk memberi kesempatan terdakwa lobi sana-sini supaya bisa bebas atau divonis ringan,” papar Murphi sambil meyakini Jokdri dan enam terdakwa lain saling terkait.

Mirphi justru menyarankan agar Koko Driyono menjadi whistle blower (peniup peluit) atau justice collaborator (terdakwa yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar tersangka lain), dengan menyebut nama-nama lain yang diduga terlibat dalam kasusnya, sehingga hukumannya pun akan ringan. “Kalau mau divonis ringan, jadilah whistleblower ataujustice collaborator, bukan kasak-kusuk kanan-kiri,” cetusnya.

Jokdri didakwa bersama sopirnya, Muhamad Mardani Morgot alias Dani, dan Mus Muliadi yang merupakanoffice boy (OB) di PSSI telah melakukan pengambilan barang bukti berupa DVR server CCTV dan satu unit laptop merek HP Notebook 13 warna silver.

Jokdri juga didakwa menghancurkan, merusak dan menghilangkan barang bukti kasus pengaturan skor. Jokdri didakwa melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-3 dan ke-4 KUHP, Pasal 235 juncto Pasal 231, Pasal 55 (1) ke-1 KUHP, Pasal 235 juncto Pasal 233 junctoPasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun enam terdakwa mafia bola di PN Banjarnegara dikenakan tiga jerat pasal, yakni pasal penipuan, pasal penyuapan, dan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Tujuh terdakwa itu adalah sebagian dari 17 orang yang sudah ditetapkan Satgas Antimafia Bola sebagai tersangka.

Plt Ketua Umum PSSI Iwan Budianto juga diduga terlibat match fixing atas laporan mantan Manajer Perseba Super Bangkalan Imron Abdul Fattah. Menurut Satgas, perkara Iwan Budianto sudah naik ke tahap penyidikan, namun yang bersangkutan belum ditetapkan sebagai tersangka karena belum diperiksa. Kasus ini diduga juga melibatkan mantan Manajer Madura United Haruna Soemitro.

Adapun Sekretaris Jenderal PSSI Ratu Tisha Destria sudah beberapa kali diperiksa Satgas, namun statusnya masih sebatas saksi bagi empat tersangka.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus