Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Seni

Menguak Perjalanan Roso Maestro Srihadi Soedarsono  

Roso menjadi kunci karya Srihadi dari perubahan usia dan


pengalamannya.

14 Januari 2016 | 10.40 WIB

Pelukis Srihadi Soedarsono dalam wawancara di Bandung, Jawa Barat. TEMPO/Seto Wardhana.
Perbesar
Pelukis Srihadi Soedarsono dalam wawancara di Bandung, Jawa Barat. TEMPO/Seto Wardhana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Maestro lukis Srihadi Soedarsono akan menggelar pameran tunggal untuk menandai 70 tahun perjalanan seninya di usia ke-84. Pameran akan menampilkan 400 karyanya di atas media kertas dalam tajuk Perjalanan Roso di Galeri Nasional 11-21 Februari 2016 mendatang.

Kurator pameran, A. Rikrik Kusmara, menjelaskan empat pilar perjalanan dalam filsafat, agama, ilmu pengetahuan, dan seni. Perjalanan ini diwujudkan dalam 400 karya tersebut selama dia menjadi seniman. “Yang muncul dari pak Sri adalah dimensi roso dan sentral bagaimana beliau melihat dunia,” ujar Rikrik saat konferensi pers di kawasan Senayan, Rabu, 13 Januari 2016.

Dengan intuisi dan bakatnya, kata Rikrik, roso ini berkembang dan mendorong Srihadi untuk selalu menggambar. Rikrik menyebutkan periode demi periode perjalanan lukis Srihadi dan pengalaman melukis di berbagai tempat di mancanegara. Dia menyebut Srihadi menampilkan karya estetis dengan kepiawaiannya yang selalu tepat dan sensitif.

Karya Srihadi lahir dari proses pengamatan, pengendapan rasa yang cukup lama, sampai menjadi simbol dialog transenden antara ide artistik, rasa, dan energi tubuhnya.

Sang maestro, Srihadim menyebut roso ini sebagai satu pengalaman, pengalaman transendental, penjiwaan dari perubahan-perubahan tahapan usia yang dijalaninya, diwujudkan dalam karya estetika dan kebenaran. “Dari awal berkarya itu yang keluar roso dari kalbu, roso itu menggali apa yang keluar dari diri kita dan mengembara,” ujar Srihadi.

Istri Srihadi, Farida, menyebut perjalanan roso ini dimulai dari gemblengan kakek-neneknya dengan budaya Jawa, tata laku kejawen, seperti tirakat, wayang, dan spiritual Islam yang diajarkan sejak kecil. “Sejak usia empat tahun beliau digembleng untuk merasakan secara mendalam.”

DIAN YULIASTUTI


 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dian Yuliastuti

Dian Yuliastuti

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus