TEMPO.CO , Jakarta:- Yulianis, saksi kunci kasus wisma atlet yang menjerat Muhammad Nazaruddin, diduga menjadi tersangka kasus pemalsuan tanda tangan Direktur Keuangan Grup Permai Neneng Sri Wahyuni, yang juga istri Nazaruddin.
Kasus ini diadukan oleh pengacara Nazaruddin, Elza Syarif, kepada kepolisian beberapa waktu lalu. "Ya, dia tersangka kasus pemalsuan tanda tangan (Neneng). Nanti ada beberapa laporan soal dia," katanya via pesan pendek kepada Tempo tadi malam.
Elza tak menyebutkan kapan dia melaporkan Yulianis ke polisi. Ia juga tak menjelaskan detil kasus pemalsuan itu serta kaitannya dengan Nazarudddin, kliennya dalam perkara suap Rp 4,6 miliar proyek wisma atlet.
Pengacara Yulianis, Ignatius Supriadi, belum bisa dihubungi untuk ditanya perihal status tersangka kliennya. Telepon selulernya tak aktif ketika dihubungi.
Dalam sidang terdakwa Nazaruddin kemarin bekas Staf Keuangan Grup Permai, Oktarina Fury, menguatkan fakta tentang aliran dana ke Kongres Partai Demokrat di Bandung pada Mei 2010. "Saya ke Bandung membawa uang," katanya dalam sidang terdakwa perkara suap proyek wisma atlet, Muhammad Nazaruddin, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi DKI Jakarta kemarin.
Oktarina menceritakan kala itu ia diperintah oleh Direktur Keuangan Grup Permai yang juga istri Nazaruddin, Neneng Sri Wahyuni, untuk mengantar uang ke Bandung. Ia membawa uang tunai Rp 30 miliar dan US$ 5 juta yang mayoritas diambil dari brankas operasional perusahaan. Sedangkan fulus US$ 3 juta di antaranya adalah sumbangan dari pihak luar. "Bu Neneng bilangnya itu acara ulang tahun Demokrat."
Menurut wanita yang kini bercadar ini, bagian Keuangan Grup Permai mengurus pengadaan itu selama dua pekan. Uang asing US$ 2 juta dibeli dua kali dengan rupiah, sedangkan US$ 3 juta diperoleh secara tunai. Okta mengaku tak tahu siapa penyumbangnya. "Yang mencatat Bu Yulianis, saya terima saja," ucapnya di depan Ketua Majelis Hakim Dharnawati Ningsih. Okta mengaku berangkat ke lokasi kongres bersama Wakil Direktur Keuangan Yulianis yang telah bersaksi di pengadilan dua hari lalu. Neneng berangkat lebih dulu bersama sejumlah pegawai, seperti Dadang, Devi, Neni, serta Dede.
Kesaksian Okta memperkuat keterangan Yulianis bahwa ia pernah membawa uang tunai Rp 30 miliar dan US$ 5 juta ke Kongres Demokrat dengan mobil boks, Honda CRV, Nissan X-Trail, Toyota serta Fortuner dengan pengawalan polisi.
Menurut Yulianis, juga ada uang tunai khusus untuk dua kandidat ketua umum, yakni Anas Urbaningrum dan Andi Alifian Mallarangeng, masing-masing Rp 100 juta dan Rp 150 juta.
Andi Mallarangeng, yang juga Menteri Pemuda dan Olahraga, telah menampik menerima uang itu. Ia meminta orang yang menuduhnya memerinci siapa yang menerima uang itu, di mana, dan kapan diserahkan.
Adapun Ketua Umum Demokrat Anas Urbaingrum kemarin menyatakan menyerahkan masalah ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. "Prinsipnya proses hukum serahkan kepada lembaga hukum. Kalau proses hukum dipandu oleh opini, apalagi opini yang manipulatif, akan terjadi pengadilan opini," kata Anas di arena Rembug Nasional Saudagar Nahdlatul Ulama di Hotel Grand City, Surabaya.
Nazaruddin, yang bekas Bendahara Umum Demokrat, didakwa menerima suap Rp 4,6 miliar karena memuluskan PT Duta Graha Indah menggarap proyek pembangunan wisma atlet di Palembang senilai Rp 191 miliar. Tiga terdakwa lain sudah divonis, yakni Wafid Muharam, Mindo Rosalina Manulang, dan Mohammad El Idris.
Dalam sidang kemarin, Okta juga mengungkapkan anggota Badan Anggaran DPR dari PDI Perjuangan, Wayan Koster, menerima uang fee dari salah satu perusahaan Grup Permai dalam proyek di sejumlah universitas negeri. "(Koster) Pernah menerima fee dari proyek universitas," katanya menjawab pertanyaan jaksa I Kadek Wiradana. Tapi, ia mengaku lupa berapa jumlah uang itu. Yang pasti berupa dolar Amerika Serikat. "Uang keluar dari kas perusahaan atas persetujuan Pak Nazaruddin."
Tempo menghubungi Koster kemarin. Namun, ia tak menjawab panggilan. Sidang kemarin juga menghadirkan staf Permai Grup, Luthfi, sebagai saksi. Luthfi, bersama Dadang, yang mengantarkan uang US$ 1,1 juta ke DPR untuk meloloskan proyek wisma atlet.
ISMA S | FATKHURROHMAN T | FRANSISCO R | JOBPIE S
Berita Terkait
Sopir Yulianis Akui Antar Duit ke Wayan Koster
Okta Kerap Bertemu Anas di Grup Permai
Oktarina Pernah Dipaksa Nazar Jadi Direktur
Okta Juga Sebut Rp 30 Miliar ke Kongres Demokrat
Koster Disebut Terima Fee dari Proyek Universitas
Bercadar, Nazar Ragukan “Keaslian” Oktarina
Anas Tersudut, Demokrat Limbung
Yulianis Sebut Anggota DPR Kecipratan US$ 1,1 Juta
Yulianis: Saya Antar Uang ke Kongres Demokrat
Cara Nazar Angkut Duit Ke Kongres