Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Asosiasi Fintech Ingin Pinjol Tidak Selalu Dianggap Negatif Kecuali Ilegal

Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech), Budi Gandasoebrata berharap masyarakat tidak selalu mengasosiasikan layanan pinjaman online (pinjol) sebagai sesuatu yang negatif.

4 November 2024 | 20.05 WIB

Suasana pameran Indonesia Fintech Summit & Expo (IFSE) 2023 di Jakarta, Kamis, 23 November 2023. Otoritas Jasa Keuangan, Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), dan Asosiasi  Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) berkolaborasi untuk mendorong  dan keuangan di Indonesia.  Tempo/Tony Hartawan
Perbesar
Suasana pameran Indonesia Fintech Summit & Expo (IFSE) 2023 di Jakarta, Kamis, 23 November 2023. Otoritas Jasa Keuangan, Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), dan Asosiasi Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) berkolaborasi untuk mendorong dan keuangan di Indonesia. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech), Budi Gandasoebrata berharap masyarakat tidak selalu mengasosiasikan layanan pinjaman online (pinjol) sebagai sesuatu yang negatif. Menurutnya, layanan pinjol atau peer to peer lending hadir untuk memberikan layanan keuangan yang lebih inklusif.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

“Jadi mungkin salah satu yang kami coba sosialisasikan adalah pinjol itu sebenarnya, selama berizin dan diawasi otoritas yang relevan, bukan kegiatan illegal,” kata Budi di Gedung OJK, Jakarta Pusat, Senin, 4 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Budi menegaskan saat ini ada banyak penyedia layanan pinjol yang sudah berizin dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Untuk mengurangi label negatif terhadap pinjol, menurutnya sebutan yang pas untuk layanan keuangan yang bermasalah adalah pinjol ilegal atau fintech ilegal.

Ia menambahkan, industri fintech maupun industri finansial secara konvensional merupakan sektor yang berbasis kepercayaan. Untuk itu, pihaknya berkomitmen untuk terus melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai literasi keuangan. “Ujung-ujungnya memang bagaimana kita meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk bisa menggunakan solusi keuangan yang memang kebetulan saja media berbeda yaitu media digital,” ujarnya.

Industri fintech saat ini sedang mengalami pertumbuhan. Sebelumnya, OJK mencatat outstanding P2P lending mencapai Rp74,48 triliun per September 2024. Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman mengatakan jumlah itu naik 33,73 persen dibandingkan periode yang sama di tahun lalu yakni sebensar Rp55,70 triliun.

Selain itu, Tingkat kredit macet secara agregat atau TWP90 dalam kondisi terjaga di 2,38 persen. Agusman mengatakan rasio TWP90 turun dibandingkan tahun lalu yang angkanya 2,82 persen per September 2023.

Per Oktober 2024, OJK juga mencatat terdapat 14 dari 97 fintech P2P lending yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum Rp7,5 miliar. Dari 14 penyelenggara P2P lending tersebut, lima di antaranya sedang dalam proses analisis penanganan modal disetor. “OJK terus melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mendorong pemenuhan ekuitas minimum dimaksud baik berupa injeksi modal dari pemegang saham maupun dari strategic investor, termasuk pengembalian izin usaha,” kata Agusman dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner OJK, Jumat, 1 November 2024 lalu.

Hammam Izzuddin

Lulus dari jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta. Menjadi jurnalis media lokal di Yogyakarta pada 2022 sebelum bergabung dengan Tempo pada 2024

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus