Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ketar-ketir Importir Akibat Aturan Berubah-ubah

Kebijakan impor sudah berubah tiga kali dalam kurun waktu lima bulan. Membuat importir ketar-ketir.

11 Juli 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kebijakan dan pengaturan impor sudah berubah tiga kali dalam kurun waktu lima bulan demi menahan masuknya barang impor murah.

  • Mengikuti perubahan aturan dalam setengah tahun terakhir ini membuat Ketua Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Subandi ketar-ketir.

  • Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Keuangan diminta berhenti saling tuding serta duduk bersama menyelesaikan kendala di sektor tekstil dan produk tekstil.

KETENTUAN kebijakan dan pengaturan impor sudah berubah tiga kali dalam kurun waktu lima bulan. Pemerintah membongkar pasang ketentuan demi menahan masuknya barang impor murah yang merugikan industri seperti tekstil dan produk tekstil. Namun belum ada formula yang tokcer.

Pemerintah mencoba membatasi masuknya barang murah dari luar negeri dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 pada Desember lalu. Ketentuannya antara lain mengatur syarat pengajuan pertimbangan teknis untuk impor sejumlah barang tekstil dan produk tekstil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun, sejumlah importir memprotes pengajuan pertimbangan teknis ini sehingga pemerintah memutuskan menghapus ketentuan itu. Ketentuannya diatur dalam Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang berlaku pada Mei lalu. Sebelumnya, pemerintah merevisi Permendag Nomor 36 menjadi Permendag Nomor 3 Tahun 2024 dan Permendag Nomor 7 Tahun 2024.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan perubahan regulasi menjadi tantangan bagi industri manufaktur. "Sebab, perubahan-perubahan tersebut membuat bingung para pelaku industri," kata dia dalam keterangan tertulis kemarin, 10 Juli 2024.

Menurut Agus, revisi ketiga Permendag Nomor 36 ini justru memperburuk kondisi industri tekstil dan produk tekstil. Salah satu indikatornya adalah penurunan utilisasi industri konveksi dan alas kaki sebesar rata-rata 70 persen sejak Permendag Nomor 8 berlaku. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia mengklaim kebijakan ini mematikan industri dalam negeri dalam jangka panjang. Sebab, pemberlakuan aturan itu membuat industri dalam negeri sangat kesulitan menghadapi gempuran barang impor yang harganya sangat murah. Kondisi ini berujung pada banyaknya pemutusan hubungan kerja dan penutupan perusahaan.
 
Agus mengusulkan agar Permendag Nomor 36 Tahun 2024 kembali diberlakukan dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo pada 25 Juni lalu. "Bapak Presiden mengatakan segera dikaji," tutur dia. Untuk jangka pendek, pemerintah sudah memutuskan menerbitkan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) dan bea masuk anti-dumping (BMAD).

Namun Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memberi sinyal enggan mengubah lagi ketentuan soal impor ini. "Yang belum saya kasih apa?" ujar dia di kantornya pada Selasa, 9 Juli 2024. Menurut dia, pihaknya sudah mencoba mengakomodasi beragam kebutuhan pihak terkait dengan beragam perubahan aturan ini.

Mengikuti perubahan aturan dalam setengah tahun terakhir ini membuat Ketua Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Subandi ketar-ketir. Kebijakan yang berubah-ubah dalam waktu singkat mengganggu kegiatan usaha impor. "Idealnya kan bisa berusaha secara kontinu, tidak dipotong-potong tiba-tiba ada aturan baru lagi," kata dia.

Subandi menjelaskan, transaksi impor butuh banyak waktu. Ketika aturan berubah cepat, mereka harus menghadapi risiko seperti barang yang tiba-tiba masuk daftar larangan impor padahal sudah dalam perjalanan ke Indonesia. Kondisi seperti ini tidak memberikan kepastian berusaha. "Tidak ada ketenangan bagi pelaku usaha supaya mereka benar-benar fokus berusaha."

Subandi mengklaim bukan anti-revisi. Namun dia berharap ada waktu yang cukup untuk mempersiapkan diri menerapkan aturan baru. Diukur dari sisi transaksi pembelian barang dari luar negeri, minimal butuh waktu tiga bulan sejak aturan disosialisasi hingga diterapkan. Idealnya pengusaha dapat jeda enam bulan.

Soal substansi revisinya, dia menyerahkan kepada pemerintah. Jika pertimbangan teknis bakal kembali diatur, Subandi berharap ada aturan yang mudah diikuti sehingga tak banyak memakan waktu.

Subandi juga menyoroti rencana penerapan BMTP dan BMAD. Menurut dia, pemerintah perlu mengkaji dengan saksama jenis barang yang patut dikenakan bea masuk serta menentukan tarif yang tepat. "Kalau tarif bea masuk naik, sudah pasti akan membebani dan ini tidak mungkin jadi beban pengusaha atau importir, tapi ujungnya dibebankan ke masyarakat," kata dia.

Ketika harga naik di tengah pelemahan daya beli, terbuka peluang bagi barang-barang impor ilegal yang bakal jauh lebih murah. Sementara itu, pengawasan masuk dan keluarnya barang di dalam negeri masih belum ketat.

Pekerja memproduksi mukena di pabrik produsen busana muslim asal Malaysia di Limo, Depok, Jawa Barat. TEMPO/Tony Hartawan

Peneliti senior dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Deni Friawan, menilai perubahan aturan soal impor ini menunjukkan pemerintah tak berkoordinasi dan mencoba melihat masalahnya secara holistik. "Respons pemerintah ad hoc semua. Ada lobi, berubah lagi ketentuannya," tutur dia. Kebijakan ini menyulitkan pengusaha lantaran tak ada kepastian buat mereka. 

Dia mendesak Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Keuangan berhenti saling tuding serta duduk bersama menyelesaikan kendala di sektor tekstil serta produk tekstil. Kementerian Koordinator Perekonomian perlu memfasilitasi pertemuan ini. 

Dalam pertemuan itu, Deni menyebutkan pemerintah perlu membahas peta jalan pengembangan bisnis di dalam negeri agar ada strategi komprehensif mengatasi masalah. Dengan begitu, pemerintah bisa memetakan produk mana yang penting untuk dilindungi hingga besaran tarif yang efektif mencegah impor tanpa memicu orang memilih impor ilegal. "Jangan sampai terlalu tinggi menerapkan bea masuk misalnya dan membuat orang memilih nyogok untuk masukin barang," ucapnya. 

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengatakan para pelaku usaha bakal duduk bersama dengan pemerintah dalam waktu dekat untuk menentukan langkah mengatasi masalah di industri ini. Secara bersamaan, mereka menanti realisasi BMTP. Meski hanya berlaku untuk sebagian kecil barang, dia mengatakan kebijakan ini cukup membantu.

"Tapi yang namanya orang mencari celah, bisa mereka mencari kode HS yang belum kena bea masuk," ujar dia. Jemmy juga menyuarakan risiko kenaikan impor ilegal jika tarif bea masuk terlalu tinggi. "Makanya, perlu dicari keseimbangan."

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Han Revanda Putra berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus