Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Masyarakat Pesisir Demak Tolak Penambangan Pasir Laut di Morodemak: Banyak Desa Tenggelam, Warga Terpaksa Pindah

Warga pesisir Demak mengungkapkan penolakannya terhadap rencana penambangan pasir laut di Morodemak, Jawa Tengah.

27 Juni 2023 | 15.58 WIB

Sejumlah warga melewati jalan rusak akibat terjangan ombak di Desa Bedono, Sayung, Demak, Jawa Tengah, Selasa 8 Desember 2020. Menurut data yang dihimpun BPBD Kabupaten Demak, sekitar 40 rumah di pesisir setempat mengalami kerusakan ringan hingga berat, sembilan diantaranya roboh akibat diterjang gelombang air laut tinggi pada Minggu (6/12) malam - Senin (7/12) dini hari. ANTARA FOTO/Aji Styawan
Perbesar
Sejumlah warga melewati jalan rusak akibat terjangan ombak di Desa Bedono, Sayung, Demak, Jawa Tengah, Selasa 8 Desember 2020. Menurut data yang dihimpun BPBD Kabupaten Demak, sekitar 40 rumah di pesisir setempat mengalami kerusakan ringan hingga berat, sembilan diantaranya roboh akibat diterjang gelombang air laut tinggi pada Minggu (6/12) malam - Senin (7/12) dini hari. ANTARA FOTO/Aji Styawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Warga pesisir Demak mengungkapkan penolakannya terhadap rencana penambangan pasir laut di Morodemak, Jawa Tengah. Salim, salah satu warga Morodemak, mengatakan pesisir Demak tidak dalam kondisi baik-baik saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

"Banjir rob di sepanjang pesisir Demak mengakibatkan banyak desa-desa tenggelam dan tidak sedikit yang terpaksa harus pindah," tutur Salim lewat keterangannya kepada Tempo pada Selasa, 27 Juni 2023. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adapun hasil penambangan pasir laut di Morodemak bakal digunakan untuk menambal tanggul-tanggul di Semarang. Tetapi nyatanya, menurut Salim, langkah itu bukan solusi di saat pesisir Demak sendiri sangat membutuhkan pasir.

Menurut Salim, kondisi itu seharusnya menyadarkan pemerintah bahwa penambangan pasir laut berdampak pada kerusakan lingkungan. Bahkan ia menilai kebijakan pengerukan pasir laut yang dikeluarkan pemerintah pada 15 Mei lalu sama dengan menenggelamkan rakyat pesisir Demak.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo alias Jokowi telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Aturan itu memuat rangkaian kegiatan pengangkutan dan penempatan dan penjualan, termasuk ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut.

Salim berujar masalah sedimentasi laut memang sudah bertahun-tahun dilaporkan warga pesisir Demak kepada pemangku kebijakan. Namun, ia mengungkapkan hingga kini, tidak ada tanggapan maupun tindakan dari lebih lanjut dari pemerintah. 

Karena itu, masyarakat Pesisir Demak menolak rencana penambangan pasir laut di Morodemak. Masyarakat Pesisir Demak juga meminta solidaritas dan dukungan dari masyarakat Demak untuk ikut menyuarakan penolakan rencana penambangan ini. 

Selanjutnya: Aturan itu juga menimbulkan penolakan dari para nelayan....

Aturan itu juga menimbulkan penolakan dari para nelayan. Mereka khawatir kebijakan ini akan buat tambang pasir menjadi marak, menurunkan hasil tangkapan laut, hingga singgung soal abrasi.

Puluhan nelayan dari Desa Suka Damai, Kecamatan Rupat Utara melakukan unjuk rasa di di sekitar Beting Aceh dan Pulau Babi, Rupat Utara. Dalam aksi tersebut, para nelayan menuntut penyelamatan Pulau Rupat dari ancaman tambang pasir laut. 

"Aksi ini merespon diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 yang memberikan ruang untuk menambang pasir laut dengan dalih sedimentasi," ujar Kempang, salah satu nelayan dari Dusun Simpur dalam keterangan tertulis pada Minggu, 18 Juni 2023. 

Namun terhadap aksi puluhan nelayan Suka Damai di Beting Aceh dan Pulau Babi, Rupat Utara yang menuntut penyelamatan wilayahnya dari ancaman tambang pasir laut ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengklaim telah menghentikan secara permanen kegiatan penambangan pasir di wilayah tersebut. 

"Pada intinya, kegiatan tambang di Pulau Rupat sudah resmi kami stop karena terbukti menimbulkan kerusakan ekosistem mangrove dan padang lamun", kata Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Laksda TNI Adin Nurawaluddin lewat keterangan tertulis pada Rabu, 21 Juni 2023. 

Adin menambahkan KKP juga telah menyegel kapal penambang pasir milik PT Logomas Utama. Ia berujar KKP pun telah memaksa perusahaan untuk menghentikan kegiatan penambangan dan pengangkutan pasir laut di Pulau Babi, Beting Aceh, dan Pulau Rupat. Pasalnya, kegiatan penambangan oleh PT Logomas diduga menyebabkan kerusakan ekosistem di sekitarnya pada akhir Februari 2022.

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus