Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DENGAN tenang dan tanpa terlihat panik sedikit pun, Andi Yam menjawab setiap pertanyaan polisi yang memeriksa kardus yang dibawanya. Selasa dinihari dua pekan lalu itu, lima polisi tengah memeriksa satu per satu bagasi ratusan bus yang antre menunggu kapal di Pelabuhan Bakauheni, Lampung.
Andi menumpang bus Siliwangi Antar Nusa rute Pekanbaru-Solo. Kepada polisi, laki-laki 36 tahun warga Pekanbaru itu menyatakan hendak ke Jakarta. "Betul, itu paket punya saya," katanya, ketika polisi bertanya tentang kardus Gudang Garam berisi 45 bungkus sabun bertulisan huruf Cina.
Kepada polisi, Andi menyebut sabun itu akan dikirim ke seorang kenalannya di Jakarta. Ketenangan Andi mulai hilang ketika polisi memintanya membuka salah satu kemasan itu. Berkali-kali ia meyakinkan polisi, isinya detergen belaka. Raut mukanya langsung pucat tatkala seorang polisi mengeluarkan pisau dan menusuk kemasan itu.
Serbuk putih pun mengucur dari dalamnya, tapi tak sekasar detergen. Setelah mencium, meraba, dan mendiskusikannya, lima brigadir polisi itu yakin barang yang dibawa Andi narkotik jenis sabu-sabu. Karena bus SAN tiba giliran naik kapal, Andi pun digiring ke sana. "Kami interogasi dia selama perjalanan Bakauheni-Merak," kata Ajun Komisaris Fahrul Rozi, Kepala Satuan Narkotika Kepolisian Lampung Selatan. Rozi memimpin pemeriksaan di atas kapal selama dua jam pelayaran melintasi Selat Sunda.
Dari mulut Andi, polisi mengantongi nama penerima sabu seberat 45 kilogram itu. Pengakuan Andi, sabu itu akan diberikannya ke Leong Kim Ping, yang menunggunya di Mal Season City, Grogol, Jakarta Barat. Polisi pun bergerak ke sana dan meminta Andi menemui Kim Ping seperti janji semula.
Pukul 11 siang, polisi pun meringkus Ping ketika Andi akan menyerahkan kardus yang dibawanya. Warga Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Malaysia, itu hanya bisa pasrah ketika beberapa petugas menyergapnya. Tapi tak banyak keterangan yang didapat dari mulut Ping. Tadinya polisi berharap ada gembong lain yang disebut Ping dan bisa dicokok hari itu juga. "Bahasa Indonesianya kacau," kata Fahrul Rozi.
Polisi membawa Andi dan Ping ke kantor polisi Lampung Selatan di Kalianda. Pemeriksaan selanjutnya memakai penerjemah bahasa Mandarin. Ketika Tempo menemuinya pada Selasa pekan lalu, Ping dan Andi sudah lebih tenang. Mereka mengakui sabu-sabu hampir setengah kuintal itu hendak mereka jual di Jakarta.
Ping mengaku mendapat ratusan kilogram sabu-sabu itu dari dua bandar besar yang mengatur pengiriman narkotik dari Cina dan Malaysia. Dua orang itu kini tengah diburu polisi.
Menurut Kim Ping, sabu-sabu dari Cina tersebut dikirim ke Malaysia lalu diangkut dengan kapal ke Batam. Para kurir baru menempuh jalan darat ketika paket narkotik itu sampai di Pekanbaru.
Andi membawa narkotik dengan jalan darat menumpang bus umum ke Jakarta. Menurut dia, ini jalur termudah karena penjagaan yang kian ketat di Pelabuhan Tanjung Priok dan Bandar Udara Soekarno-Hatta. Pelabuhan Bakauheni relatif lebih longgar dan alat pendeteksinya tak secanggih di dua pintu masuk itu.
Sebelum dicokok, Andi memang pernah sukses membawa 45 kilogram sabu lewat jalur darat Sumatera-Jawa. Lolos dari perangkat pendeteksi di Bakauheni yang tengah ngadat itu, sabu senilai Rp 90 miliar tersebut ia serahkan kepada Leong Kim Ping di Jakarta. Menurut Andi di Bakauheni, ia tetap melewati penjagaan polisi. Tapi petugas tak menaruh curiga sedikit pun terhadap benda yang dibawanya saat itu.
Andi mengaku tak hanya menjadi kurir sabu. Ia menyatakan juga sudah delapan kali membawa 600 ribu pil ekstasi untuk diserahkan ke Kim Ping. Setiap pengiriman, ia mendapat bayaran Rp 30 juta. Kepada polisi, Kim tak menyangkal cerita Andi itu.
Ketika ditangkap di depan Season City, Kim Ping sendiri membawa 1.901 butir pil ekstasi. Polisi kemudian merampasnya bersama empat telepon seluler, 20 kartu telepon, dan uang ribuan yuan. Kepada polisi, Kim tutup mulut, menolak menyebut ke mana saja pil dan sabu itu dijual. "Sudah habis dibeli orang Jakarta," katanya.
Pengakuan Andi dan Kim Ping mengejutkan polisi. "Spektakuler," kata Brigadir Jenderal Sulistyo Ishak, Kepala Kepolisian Daerah Lampung. Tak hanya yang berhasil lolos, jumlah sabu yang terjaring itu pun, menurut Sulistyo, fantastis. "Ini jumlah sabu paling besar dalam sejarah pengiriman narkotik," kata Sulistyo.
Andi berhasil lolos karena pemeriksaan polisi Bakauheni untuk mendeteksi narkoba masih dengan cara manual. Sudah tiga tahun ini detektor GT-200, yang bisa mengendus kokain, heroin, ganja, opium, dan sabu, rusak. "Lima anjing pelacak juga sudah uzur dan tak bisa diandalkan," kata Ajun Komisaris Besar Bahagia Dachi, Kepala Kepolisian Resor Lampung Selatan.
Cara manual ini, diakui Dachi, sangat boros dan melelahkan. Selain membutuhkan personel yang lumayan banyak, kejelian polisi sangat menentukan. "Petugas kami sering dimaki-maki penumpang karena barang-barangnya dibongkar," katanya.
Selain itu, ujar Dachi, kurir narkoba pun kini kian lihai menyamarkan barang bawaannya. Jika polisi tak sabar dan jeli, kurir seperti Andi dipastikan bakal lolos karena mereka sama sekali tak menampakkan wajah atau gerak tubuh mencurigakan manakala berhadapan dengan polisi. Setiap hari sekitar seribu truk dan bus serta dua ribu mobil pribadi melintasi Selat Sunda. Sedangkan jumlah polisi yang bertugas hanya sekitar 60 orang.
Bolong-bolong di Bakauheni itulah—dari pendeteksi yang macet hingga jumlah petugas yang minim—yang dimanfaatkan kurir narkoba. Menurut Dachi, hampir tiap bulan selama setahun terakhir ini polisi pelabuhan menangkap kurir narkoba. Sejak Januari 2011 hingga kini ada 32 kurir dan bandar yang ditangkap berikut 85 kilogram narkotik beragam jenis. Waktu penangkapan rata-rata dinihari menjelang subuh, ketika kelopak mata terasa berat dibuka.
TERTANGKAPNYA Kim Ping menunjukkan bertambahnya jumlah sindikat narkotik lewat Bakauheni dengan modus baru. Selama ini, pengiriman narkoba yang bisa digagalkan di pelabuhan ini selalu dilakukan mafia Malaysia-Aceh. Mereka biasanya memasukkan barang terlarang itu lewat Tanjung Belawan-Medan-Lampung.
Modusnya adalah membungkus dengan kemasan sebuah merek yang diproduksi di Malaysia, lalu dimasukkan ke kardus dan diplester. Para kurir membawanya sebagai barang bawaan, dicampur dengan barang lain menggunakan mobil pribadi.
Modus Andi, menurut Kapolda Sulistyo Ishak, relatif baru. Selain jumlahnya besar sekali angkut, membawanya dengan kendaraan umum dan dipasok lewat Pekanbaru. "Berarti ada dua sindikat besar yang memasok narkotik lewat Lampung," katanya.
Para kurir atau bandar mengetahui detektor narkotik di Bakauheni rusak karena mereka memantau pengiriman barang hingga sampai ke tangan penerima di Jakarta. Mereka juga memelihara informan yang berkeliaran di pelabuhan. Pengakuan Ridwan, kurir narkotik asal Pekanbaru yang kini mendekam di penjara Kalianda karena tertangkap tangan membawa narkotik sepuluh kilogram, mengkonfirmasi hal itu.
Di Pengadilan Negeri Kalianda, tiga pekan lalu, Ridwan mengaku memantau pengiriman narkotik dari Medan ke Jakarta, meski sedang dibui. Dengan telepon seluler, dia memberi instruksi kapan narkotik dikirim atau disembunyikan lebih dulu.
Anggota sindikat ini juga mulai meneror petugas patroli di Bakauheni. Selain dengan SMS, mereka mengancam polisi di lapangan secara fisik. Dua hari setelah Kim Ping ditangkap, enam polisi ditabrak truk ketika sedang memeriksa mobil di pintu masuk pelabuhan. "Tapi kami jalan terus," kata Ajun Komisaris Besar Bahagia Dachi.
Bagja Hidayat (Jakarta), Nurochman Arrazie (Lampung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo