Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Diperiksa Jumat sebagai Tersangka, Ini Kata Denny Indrayana  

Pelaksanaan payment gateway, berdasarkan hitungan Badan
Pemeriksa Keuangan, tidak menyebabkan kerugian negara.

26 Maret 2015 | 14.06 WIB

Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana, mengisi buku tamu saat tiba untuk memenuhi panggilan Bareskrim Polri, Jakarta, 12 Maret 2015. Tempo/Dian triyuli Handoko
Perbesar
Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana, mengisi buku tamu saat tiba untuk memenuhi panggilan Bareskrim Polri, Jakarta, 12 Maret 2015. Tempo/Dian triyuli Handoko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana menyatakan siap menghadapi proses hukum yang menjeratnya. Dia akan diperiksa Badan Reserse Kriminal Mabes Polri pada Jumat, 27 Maret 2015, dengan statusnya sebagai tersangka dugaan korupsi pelaksanaan proyek payment gateway pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia 2014.

"Insya Allah, saya siap menghadapi proses hukum ini. Tidak hanya saya sendiri, keluarga kami juga sudah mengerti konsekuensi perjuangan ini," ujar Denny melalui pesan singkat, Rabu, 25 Maret 2015. Dia berharap proses hukum ini berjalan adil.

Menurut Denny, pembayaran paspor secara elektronik atau e-passport untuk menghilangkan percaloan dan pungutan liar. Dia pun meminta masyarakat yang merasakan perbaikan pembuatan paspor untuk menyuarakannya.

Denny tak mau berkomentar saat ditanya dasar hukum penetapan tersangkanya oleh Bareskrim yang menggunakan Pasal 2 atau 3 dan Pasal 23 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal tersebut mengatur tentang pihak yang memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi dan merugikan keuangan negara. Sedangkan pelaksanaan payment gateway, berdasarkan hitungan Badan Pemeriksa Keuangan, tidak menyebabkan kerugian negara.

Namun, BPK menemukan beberapa permasalahan dalam pelaksanaan Payment Gateway. Pertama, mekanisme pemungutan penerimaan negara bukan pajak melalui bank umum belum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Menurut dokumen hasil pemeriksaan, keterlibatan pihak ketiga, yakni Doku dan Finnet selaku perusahaan yang menyediakan infrastruktur layanan PNBP elektronik dan sebagai pengumpul dana PNBP tidak sesuai ketentuan.

"Penunjukan Doku dan Finnet dilakukan oleh pihak-pihak yang pada saat itu tidak memiliki otoritas untuk mengimplementasikan payment gateway," demikian yang tertulis dalam dokumen tersebut. Saat pemilihan Doku dan Finnet, seluruh tim yang tergabung dalam e-Kemenkumham belum disahkan oleh Kementerian Keuangan selaku pengelola keuangan negara. Sehingga tim e-Kemenkumham tidak mempunyai otoritas dalam memilih penyedia jasa. Tim tersebut hanya disahkan melalui Surat Ketetapan Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum.

Temuan kedua, masyarakat juga menanggung biaya tambahan di luar tarif PNBP yang ditentukan, yakni Rp 5.000 per transaksi. Sejak diberlakukan pada 7 Juli 2014 hingga 1 Oktober 2014, total pembayaran melalui Doku sebanyak 45.835 pemohon dan PNBP yang diterima sebesar Rp 13,3 miliar. Sedangkan biaya pemesanan yang dibebankan pada pemohon Rp 263,5 juta.

Adapun transaksi pembayaran melalui Finnet sebanyak 65.479 pemohon. Total pembayaran melalui Finnet Rp 19,2 miliar. Biaya pemesanan yang dibebankan pada pemohon Rp 342,4 juta.

"Rekening yang digunakan Doku dan Finnet belum mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan," tulis dokumen tersebut.

Temuan ketiga, Direktorat Jenderal Imigrasi belum mempertimbangkan ketersesuaian persyaratan bank umum persepsi valas untuk pemungutan PNBP visa kunjungan saat kedatangan.

LINDA TRIANITA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Grace gandhi

Grace gandhi

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus