Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
STATUS tersangka begitu cepat melekat pada Drs Sahabudin Mustafa Msc, Rektor Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah. Hanya sepekan setelah dipanggil untuk dimintai keterangan, akhir Juli lalu tim kejaksaan sudah menetapkan Sahabudin tersangka korupsi dana pendidikan sekitar Rp 7 miliar. ”Kami menemukan indikasi korupsi yang dilakukan rektor terhadap dana itu,” kata Hasman, ketua tim penyidik dari Ke-jaksaan Tinggi Sulawesi Tengah.
Pekan lalu, saat Tempo mengunjungi- kampus Tadulako, tampak sejumlah -sti-ker tertempel pada barang-barang -di- ruang tata usaha Fakultas Ekonomi-. -Sti-ker- itu ditempelkan Kejaksaan Ting-gi- Su-lawesi Tengah dan Komisi Pem-be-rantasan Korupsi (KPK). ”Dilarang- me-mindahkan barang ini sebelum penyi-dikan se-lesai”, begitu bunyi sti-ker ter-sebut. Un-tuk kasus ini, menurut kejaksaan, sudah 15 saksi dimintai ke-terangan.
Tudingan bahwa Sahabudin melaku-kan- korupsi pertama kali disuarakan- Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) -Universitas Tadulako, Februari s-ilam, sa-at pemilih-an rektor. Waktu itu, Sa-habudin- menyampaikan laporan per-tanggungja-wab-annya sebagai rektor. Pada laporan- itu, kata Presidium BEM Universitas- Ta-dulako, Anwar, Sahabudin tidak mem-berikan per-tanggungjawaban secara ter-perinci ten-tang penggunaan Dana Pem-bangun-an Otonomi Perguruan Ting-gi yang jumlahnya Rp 7,5 miliar.
Inilah yang membuat BEM curiga. Padahal, dana seabrek itu ditarik dari 7.514 mahasiswa sepanjang 2003–2006. Setiap mahasiswa wajib menyetor Rp 1 juta sebagai dana sumbangan pendidik-an. ”Kami inginkan pertanggungja-waban penggunaan dananya,” ujar -Anwar. BEM pun kemudian menyerahkan la-poran dugaan korupsi itu ke kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kejaksaan menemukan bukti-bukti- Sahabudin diduga menyelewengkan Da-na Pembangunan Otonomi Perguruan Tinggi. Dana itu, kata Hasman, diguna-kan sebagai dana pendampingan persyaratan memperoleh hibah dari Asian Development Bank. Jumlahnya, paling sedikit sekitar Rp 2,5 miliar.
Uang yang mestinya untuk mempersiapkan Universitas Tadulako menjadi badan hukum milik negara pada 2010, kata Hasman, ternyata juga di-pakai membeli empat unit mobil Kijang In-nova. Nilai pembelian mobil itu mencapai Rp 1 miliar. Bukti pembeliannya- -ditandatangani Pembantu Rektor II -Wahid Syafar. Tiga mobil itu kemudian dipakai tiga dekan dan satu untuk Ke-tua Program Pascasarjana.
Nah, sampai sekarang tinggal dana sebesar Rp 3, 5 miliar yang masih gelap. Penyidik masih menelusuri ke mana sisa dana mengalir. Menurut Hasman, bukti-bukti masih dikumpulkan. Yang jelas, kata dia, penggunaan dana itu mestinya atas seizin Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. ”Sebab ini pendapatan negara bukan pajak, jadi harus seizin menteri,” ujarnya.
Menurut kejaksaan, pemungutan dan penggunaan dana sumbangan pendi-dik-an ini secara hukum juga bermasalah, sebab tidak didasarkan pada Peraturan Pemerintah tentang Perguruan Tinggi Nomor 60 Tahun 1999 dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasio-nal.
Hanya, sejauh ini, menurut Hasman, pihaknya tidak menemukan bukti dana pendidikan itu dipakai untuk membia-yai proses pemilihan Gubernur Sula-wesi Tengah. Pada Januari 2006, Sahabudin memang mencalonkan diri jadi wakil gubernur dari Partai Golkar. -Sejumlah mahasiswa menduga Sahabu-din juga memakai uang mahasiswa untuk pemilihan gubernur itu. ”Tapi, kami tidak menemukan indikasi itu,” ujar Hasman.
Penetapan Sahabudin sebagai ter-sang-ka pada 27 Juli lalu disesalkan kua-sa hukumnya, Idham Khalid. Menurut -Idham, kliennya tidak melakukan korupsi penggunaan dana sumbangan -pendidikan. Menurut dia, pengguna-an dana yang dilakukan Sahabudin ber-pedoman pada Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 181 Tahun 2003. Sesuai dengan Pasal 102 keputus-an menteri, kata Idham, universitas berwenang memungut, mengelola, dan membelanjakan uang yang dipungut. ”Jadi, sah-sah saja,” ujar Idham yang juga menjabat Dekan Fakultas Hukum Universitas Tadulako itu.
Seorang pengajar di Fakultas Ilmu -So-sial dan Ilmu Politik Universitas Tadula-ko melihat kasus Sahabudin ini dari -sisi lain. Menurut dia, kasus ini muncul- -ka-rena ulah lawan-lawan Saha-budin yang kalah dalam pemilihan rektor Februari lalu. ”Mereka lalu menyebarkan fitnah,” ujarnya. Menurut dosen itu, lawan-lawan Sahabudin kesal karena- dikalahkan Sahabudin yang hanya bergelar master dan kini untuk yang kedua kalinya terpilih sebagai -rektor. ”Pada-hal, mereka profesor dan doktor,” ujarnya.
Benarkah? Entahlah. Yang pasti, kejaksaan, katanya, sudah menemukan bukti dugaan penyelewengan Sahabudin.
Maria Hasugian, Darlis Muhammad (Palu)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo