PENGACARA Otto Cornelis Kaligis, yang kini beken namanya di Jakarta, rupanya suka perkara yang menghebohkan. Setelah ribut dengan kasus reboasasi, pulsa telepon,dan adopsi,pekan lalu Kaligis menggugat Komando (iarnisun Ibu Kota. Melalui praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta ytara, instansi itu dituduh Kaligis menangkap dan menahan Tjiam Tjen Siung secara tida sah. Inilah kasus pertama instansi militer digugat dipraperadilan - biasanya kepolisian dan kejaksaan yang digugat. Menurut Kaligis, 42, kliennya itu, seorang pedagang, dijemput tentara dari rumahnya di Jalan Raya Pelabuhan, Tanjung priok, menjelang tengah malam, 10 Februari lalu. Penangkapan itu, menurut Kaligis dalam surat gugatannya bertanggal 4 Februari 1984, tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan KUHAP. Di antaranya, Garnisun tidak memperlihatkan surat perintah penangkapan, dan tidak pula memberikan tembusannya kepada keluarga tersangka. Begitu pula, ketika Garnisun tidak melepaskan tersangka dalam aktu 24 jam, pihak keluarga tidak diberitahu. Apalagi Tjen Siung alias Siong Siong, 25, orang sipil itu, menurut Kaligis, seharusnya hanya boleh ditahan oleh polisi. Sebab itu pengacara kelahiran Ujungpandang ini meminta pengadilan menetapkan pihak Garnisun melanggar KUHAP dan membebaskan Siong Siong kembali. Empat hari kemudian, Siong Siong dimerdekakan tanpa putusan-pengadilan. Pihak Garnisun membebaskannya dengan syarat wajib lapor dua kali seminggu. Hal itu tidak mengurungkan niat Kaligis menggugat. Dan, bahkan, syarat wajib lapor itu juga dipersoalkan. Sampai tiga kali persidangan, Jumat pekan lalu, pihak Staf Komando Garnisun (Skogar) belum menjawab gugatan itu. "Pengadilan hanya menerima telepon bahwa kuasa instansi militer itu belum dapat hadir karena ada tamu negara," ujar Hakim Benny Simatupang yang memeriksa gugatan itu. Sebab itu putusan hakim terpaksa ditunda sampal pekan ini Berarti, persidangan praperadilan melebihi langka waktu seminggu se agalmana ditentukan undang-undang? Apa boleh buat, "kami bersedia ditegur atasan," ujar Benny. Seorang anggota Garnisun mengatakan bahwa penangkapan atas Siong Siong itu "resmi". Berpakaian lengkap, katanya, empat anggota Garnisun mengambil Siong Siong setelah lebih dulu melapor ke RT dan RW setempat. Apa dosa Siong Siong? Seorang perwira di Skogar membenarkan bahwa anak muda itu ditangkap karena diduga terlibat kejahatan yang dilakukan seorang oknum ABRI. Oknum yang kini ditahan itu menyebut-nyebut nama Acong sebagai komplotannya. "Acong terlibat dalam penyelundupan serta penodongan, punya sindikat besar, dan kini buron" ujar perwira itu. Hubungan Acong dengan Siong Siong adalah paman dan keponakan. "Siong Siong itu hanya kami mintai keterangannya" ujar perwira itu lagi. Siong Siong membenarkan bahwa ia hanya dimintai keterangan Skogar mengenai oknum ABRI yang ditahan itu dan juga pamannya. "Oknum itu memang sering ke rumah saya, tapi saya tidak tahu apa-apa mengenai hubungannya dengan Paman, dan apa saja yang dilakukannya," ujar Siong Siong. Karena tidak merasa mempunyai kesalahan apa pun, Siong Siong setuju Kaligis menggugat Garnisun melalui praperadilan itu. "Kepada siapa lagi saya minta bantuan? Kaligis itu terkenal berani memperjuangkan kebenaran," kata Siong Siong memberikan alasan memilih pengacara itu. Berani menggugat Skogar? "Bukan beranl, saya hanya proporsional", ujar Kaligis, yang pernah belajar filsafat di Jerman Barat. Pengacara yang lancar berbahasa Inggris, Belanda, dan Jerman itu mengaku tidak membabi buta membela setiap kasus. Untuk kasus Siong Siong, misalnya, Kaligis mengharapkan dengan gugatan itu pihak Garnisun akan lebih berhati-hati dalam menjalankan tugasnya "Apa susahnya, sih, bagi Skogar memperhhatkan surat penangkapan dan memperlihatkan pada keluarganya," ujar Kaligis. Apalagi menahan orang sipil bukan wewenang Skogar. Kaligis, yang menamatkan sekolah hukum di Unpad, Bandung, 1966, mengatakan bahwa dalam menjalankan tugasnya ia juga menggunakan semua upaya yang ada. Dalam kasus Siong Siong, misalnya, Kaligis menemukan hal baru. KUHAP tidak menyebutkan bahwa tentara bisa digugat melalui praperadilan. Tapi diam-diam rupanya, 8 Desember lalu, Mahkamah Agung mengeluarkan edaran yang "membenarkan": aparat militer bisa dipraperadilankan. "Jadi, saya langsung men-test kekuatan surat edaran itu," ujar Kaligis. Kaligis melejit kariernya di dunia pengacara dari sebuah kantor kecil di Glodok 1975. Kini ayah tiga anak itu menyewa dua lantai perkantoran di Jalan Majapahit, Jakarta Pusat. Bekas siswa seminari Ujungpandang itu sekarang membawahkan tujuh advokat dengan 10 pegawai tata usaha di kantornya yang dilengkapi komputer. Semua asistennya mengaku senang bekerja di kantor itu karena keterbukaan Kaligis. "Jika salah ia berani mengaku salah," ujar seorang asistennya. Kelemahannya, "ia egoistis dan emosionial," ujar asisten yang tidak mau disebut namanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini