Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Keluarga korban peristiwa Talangsari 1989 merasa tak dilibatkan dalam deklarasi damai yang dilakukan pemerintah pada 20 Februari 2019 lalu. Mereka menilai penyelidikan kasus Talangsari harus berlanjut karena belum menjerat pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berita terkait: Komnas HAM Minta Kejaksaan Lanjutkan Penanganan Kasus Talangsari
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Entah kenapa tanpa sepengetahuan kami ada sebuah acara yang bersifat lokal, tapi dilakukan oleh lembaga negara yang mestinya menjadi pendorong pengungkapan kasus pelanggaran HAM ini," ujar Nurdin, salah satu kelurga korban Talangsari, saat ditemui di acara diskusi di Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu, 6 Maret 2019.
Inisiator dekalarasi damai dalam kasus Talangsari 1989 adalah Tim Terpadu Penangan Pelanggaran HAM dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Deklarasi digelar di Dusun Talangsari Way Jepara Subing Putra III, Desa Rajabasa Lama, Labuhan Ratu, Lampung Timur.
Usai deklarasi digelar pertemuan dengan Wakil Bupati Lampung Timur, dan tokoh masyarakat Talangsari. Salah satu poin perjanjian yang ditandatangani dalam deklarasi tersebut adalah para pelaku, korban dan keluarga korban menyepakati agar peristiwa tersebut tidak diungkap kembali oleh pihak-pihak manapun. Nurdin merasa hal ini tidak mewakili apa yang dirasakan korban sama sekali.
"Jangan sampai dengan adanya deklarasi damai yang dilakukan para aparatur negara itu menjadi penghalang atas perjuangan kami mendapatkan keadilan. Itu menjadi harapan kami," kata Nurdin.
Nurdin dan sejumlah keluarga korban lain mendatangi Jakarta pada Ahad lalu. Mereka sengaja datang untuk meminta kepastian pengungkapan kasus ini pasca deklarasi damai itu dilakukan.
Anggota Paguyuban Keluarga Korban Talangsari Lampung (PK2TL) Edi Arsadat juga mengatakan merasa kaget dan marah saat mengetahui adanya deklarasi damai ini. "Bagaimana bisa kasus yang begitu besar ini melibatkan ratusan orang meninggal dunia ujug-ujug diselesaikan dengan selembar kertas?" kata dia.
Ia mengatakan akan terus mendorong dan mengkampanyekan agar kasus ini terus berjalan dan diselesaikan secara hukum yang berlaku. Apalagi 30 tahun sejak kasus ini, perjuangan untuk mengungkap kasus yang dilakukan para korban tidak lah mudah.
Edi mengaku mengalami tekanan dan intimidasi. “Bupati yang sedianya mau menandatangani prasasti (pengingat kasus Talangsari), tidak jadi karena takut pada ancaman," kata Edi.