Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK merespons soal diangkatnya mantan tersangka Hadi Poernomo sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Penerimaan Negara. Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan penunjukkan Hadi tentunya sudah melalui proses seleksi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tentunya penunjukan yang bersangkutan dalam jabatan tersebut telah melalui proses dan seleksi, dan tentunya disesuaikan dengan kebutuhan sesuai jabatannya sebagai penasehat khusus terkait dengan penerimaan negara," kata Budi saat ditemui di Gedung Merah Putih pada Rabu, 14 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hadi Poernomo merupakan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Periode 2009 hingga 2014. Pengankatannya tentuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 45/P Tahun 2025 tentang Pengangkatan Penasihat Khusus Presiden Bidang Penerimaan Negara.
“Mengangkat Dr. Drs Hadi Poernomo, S.H., Ak., C.A., M.B.A., sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Penerimaan Negara, dan kepada yang bersangkutan diberikan hak keuangan dan fasilitas lainnya setinggi-tingginya setingkat dengan jabatan menteri,” demikian petikan Keppres yang diterima Tempo.
Dengan demikian, kata Budi, Hadi menjadi pejabat yang wajib menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN. Apalagi Budi mengatakan ada potensi korupsi pada sektor penerimaan negara.
"Mengingat potensi korupsi dalam pengelolaan keuangan negara tidak hanya pada aspek pembiayaan atau pembelanjaan, tapi juga aspek-aspek penerimaan negara," kata Budi.
Hadi merupakan mantan tersangka yang ditetapkan oleh KPK pada April 2014. Ia diduga melakukan penyalahgunaan wewenang atas keberatan pajak PT Bank Central Asia (BCA) Rp 5,7 triliun pada 1999. Waktu itu, Hadi menjabat Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan periode 2002-2004. Ia diduga mengubah keputusan sehingga merugikan negara Rp 375 miliar.
Hadi Poernomo keberatan atas penetapan tersangka itu. Ia pun mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pada 26 Mei 2016, hakim tunggal praperadilan PN Jaksel, Haswandi, mengabulkan permohonan Hadi serta mencabut statusnya sebagai tersangka.
KPK mengajukan peninjauan kembali. Namun, pada Juni 2016, MA menolak upaya luar biasa itu karena jaksa tidak berwenang mengajukan peninjauan kembali.