Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Syahdan, pada tahun 1994, untuk pemberian sejumlah kredit kepada PT Asindo Indah Griyatama, Bank Pacific termasuk salah satu bank anggota sindikasi bank kreditur yang dipimpin BUN. Belakangan, kredit yang diterima Asindo macet. Setelah Bank Pacific dilikuidasi pemerintah pada November 1997, segala urusan bank yang sahamnya dimiliki Bank Indonesia dan keluarga mantan Direktur Utama Pertamina Ibnu Sutowo itu, dialihkan kepada Bank Negara Indonesia (BNI).
Rupanya, PT Asindo kemudian mampu melunasi kewajiban itu, lalu dibayarkannya ke BNI. Oleh bank pemerintah itu, uang dari Asindo diteruskan ke BUN selaku komandan sindikasi bank kreditur. Beberapa bank anggota sindikasi kredit itu sudah menerima hak mereka dari BUN.
Namun, tak demikian halnya Bank Pacific. Bagian dana kreditnya sebesar Rp 4,4 miliar tak juga dibayar BUN. Padahal, sejak April silam, bank milik Bob Hasan dan Kaharudin Ongko itu sudah diambil alih BPPN.
Tentu saja Tim Likuidasi Bank Pacific, yang diketuai Moch. Mar?uf Saleh, terus memburu uang itu. Soalnya, dana itu cukup berguna untuk mengurangi beban berat Bank Pacific yang juga mesti membayar utang kepada Bank Indonesia.
Melalui pengacara Fredrich Yunadi, Tim Likuidasi Bank Pacific pun melayangkan somasi kepada BUN. Sampai dua kali mereka mengirimkan surat teguran. Pada teguran kedua, tertanggal 2 Juli 1998, menurut perhitungan Tim Likuidasi Bank Pacific, dana dari kredit Rp 4,4 miliar itu ditambah bunga sudah menjadi sebesar Rp 5,2 miliar.
Akhirnya, datanglah jawaban dari BUN. Isinya, BUN mengaku tak bermaksud menahan uang Bank Pacific. Masalahnya, karena BUN dalam pengawasan BPPN, segala pembayaran harus disetujui BPPN. Alasan itu tak bisa diterima oleh Bank Pacific. Sebab, menurut pengusutan mereka, tunggakan BUN kepada Pacific tak terdaftar di BPPN.
Belakangan, Direktur Utama BUN Tengku Alwin Aziz menyanggupi pembayaran uang Bank Pacific. Tapi dengan cara mencicil empat kali dan tanpa dibebani bunga. Pacific setuju. Cicilan pertama sebesar Rp 1 miliar sudah dibayar BUN pada tanggal 14 Juli 1998. Cicilan kedua sebesar Rp 1,4 miliar dibayar pada tanggal 20 Juli 1998.
Namun, begitu BUN dibekukan operasinya oleh pemerintah pada 4 Agustus lalu, cicilan ketiga dan keempat, sejumlah Rp 2 miliar, tak dibayar BUN. Bank Pacific kembali menagih, tapi hasilnya nihil. Upaya mereka untuk meluluhkan sikap BPPN yang melarang BUN untuk membayar uang itu, pada Rabu pekan lalu, juga tak berhasil.
Memang, BPPN sempat memberikan solusi, yakni sisa uang Bank Pacific di BUN akan diperhitungkan dengan utang bank itu kepada Bank Indonesia. Tak pelak lagi, Bank Pacific berang. "Tak bisa dikompensasikan begitu saja. Harus dilihat kasus per kasus," ujar pengacara Fredrich Yunadi.
Setelah itu, ada kabar bahwa BPPN mengaku tak hendak menghambat pembayaran uang Pacific dari BUN. Cuma, karena berstatus bank beku operasi, BUN tak boleh melakukan kegiatan operasional, termasuk mentransfer dana kepada pihak lain. Uang Pacific nantinya bisa dicairkan, asalkan bank-bank peserta sindikasi kreditnya menunjuk bank selain BUN untuk menjadi agennya. Melalui agen baru itulah kelak uang ditransfer.
Sekali lagi Bank Pacific enggan menerima skim yang dianggapnya bikin ruwet itu. Bahkan pada Selasa pekan ini, bank yang bernasib sial itu bermaksud mengadukan BUN dan BPPN ke polisi, dengan tuduhan penggelapan. Sebab, "Mereka telah menahan uang yang menjadi hak Bank Pacific," kata Yunadi.
Akankah BPPN mendengarkan tuntutan Pacific? Staf senior pada Agency Secretary & Communications di BPPN, Franklin Richard A., hanya berkata, "Kami masih meneliti setiap kewajiban pembayaran bank-bank yang berada di bawah pengawasan BPPN." Jadi, Pacific diminta sabar menanti.
Happy Sulistiyadi, Hendriko L. Wiremmer dan Agus Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo