Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Minim Seleksi Turis Bali

Angka kriminalitas turis asing di Bali terus naik. Salah satunya akibat budaya permisif masyarakat Pulau Dewata.

7 Februari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Para turis asing di Bali kerap terlibat dalam tindakan kriminal, dari yang ringan hingga yang berat.

  • Aparat hukum diminta bertindak lebih sigap.

  • Pemerintah juga diminta untuk melakukan penyaringan lebih ketat terhadap wisatawan yang datang ke sana.

JAKARTA – Kasus penembakan disertai perampokan terhadap warga negara Turki oleh empat warga negara Meksiko di sebuah vila di wilayah Kabupaten Badung, Bali, pada 23 Januari 2024 membuat ingatan Asep Setiawan kembali ke beberapa tahun lalu. Warga Kota Denpasar itu sempat menjadi korban kekerasan oleh turis asing yang tinggal di hotel tempat dia bekerja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada malam itu, Asep tengah berjaga ketika sejumlah turis asing di hotel itu mabuk-mabukan. Mereka membuat kegaduhan hingga suaranya mengganggu lingkungan. Merasa terusik, warga sekitar pun mendatangi hotel itu dan menegur para turis yang tengah mabuk. Namun para warga negara asing (WNA) tersebut justru tak terima sehingga nyaris adu jotos dengan warga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Asep, kejadian seperti itu bukanlah yang pertama kali terjadi. Dia mengatakan banyak turis sering kali tak paham akan adat istiadat setempat. “Biasanya turis-turis yang baru pertama kali datang ke Bali,” ujar Asep kepada Tempo, Selasa, 6 Februari 2024.

Peristiwa yang dialami Asep dan kasus penembakan WNA Turki merupakan sebuah gunung es atas pariwisata di Bali. Tak hanya membawa berkah, turis asing juga kerap membuat ulah di sana. Berdasarkan data Polda Bali, pada periode Januari-Agustus 2023 saja terdapat 60 WNA yang terlibat dalam aksi kriminalitas di sana. Angka itu naik dari sebelumnya yang mencapai 59 WNA sepanjang 2022. Dari jumlah itu, sebagian besar di antaranya melibatkan wisatawan dari Australia, Rusia, Amerika Serikat, dan Inggris.

Angka itu belum termasuk tindak pidana ringan seperti pelanggaran lalu lintas. Pada Januari hingga Juli 2023 saja, Polda Bali mencatat terdapat 1.608 pelanggaran lalu lintas oleh wisatawan asing. Bentuknya mulai dari mengendarai sepeda motor tidak menggunakan helm, tak melengkapi surat kendaraan, penggunaan tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) palsu, hingga mengendarai sepeda motor tanpa TNKB.

Wisatawan mancanegara di Gianyar, Bali, 17 Januari 2024. ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo

Sosiolog Universitas Udayana, Gede Kamajaya, menyatakan kasus perampokan disertai penembakan oleh empat turis asing asal Meksiko pada akhir Januari lalu bukan kriminalitas berat pertama yang terjadi di Bali. “Bukan baru kali ini wisatawan asing melakukan tindak pidana ringan hingga berat,” ucapnya saat dihubungi pada Selasa, 6 Februari 2024.

Gede Kamajaya menilai maraknya kriminalitas oleh wisatawan asing ini tak lepas dari budaya permisif masyarakat Pulau Dewata. Orang Bali, menurut dia, menilai persoalan kriminalitas oleh orang asing sebagai sesuatu yang lumrah. Meski demikian, Gede Kamajaya mengingatkan bahwa masalah ini bisa memberi dampak negatif terhadap pariwisata di sana pada masa depan.

Gede Kamajaya pun meminta aparat penegak hukum lebih gencar lagi melakukan penindakan. Dia meminta aparat melakukan patroli lebih intens dan membuat portal aduan daring. Apabila gagal menanggulangi ancaman keamanan dan ketertiban, menurut Gede Kamajaya, kepercayaan publik terhadap keamanan berwisata di Bali bisa jadi taruhannya. “Sedangkan destinasi wisata di wilayah lain di Indonesia ataupun negara tetangga berkembang pesat,” katanya.

Kriminolog Universitas Indonesia, Adrianus Eliesta Meliala, tak heran dengan tindak kriminalitas yang dilakukan oleh WNA dari sejumlah negara tertentu. Menurut Adrianus, seiring dengan semakin banyaknya orang asing dari sebuah negara, mereka akan semakin berani berbuat sesuatu. Namun, menurut dia, kondisi itu bisa terjadi ketika ada suatu komunitas yang merasa diserang.

Dia pun setuju atas ucapan Gede Kamajaya soal budaya permisif masyarakat Bali. Menurut Adrianus, kriminalitas oleh WNA ada kemungkinan hanya fenomena sosial ketika masyarakat Bali belum merasa terganggu sepenuhnya. “Walaupun ada insiden, namun masih bisa ditoleransi,” tuturnya ketika dihubungi secara terpisah.

Petugas melayani wisatawan mancanegara memilih produk arak Bali yang dipamerkan saat perayaan Hari Arak Bali ke-2 di Garuda Wisnu Kencana (GWK) Cultural Park, Badung, Bali, 29 Januari 2024. ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo

Namun Adrianus mengingatkan soal bahaya yang bisa terjadi jika para wisatawan asing itu semakin berani, bahkan bertindak semena-mena. Menurut dia, masyarakat Bali pun akan mulai merasa terusik dan terganggu. Jika hal itu terjadi, Adrianus mengatakan, akan muncul gesekan antara masyarakat asli dan wisatawan. Apalagi jika pihak pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten serta kepolisian terlihat gamang dalam mengambil tindakan.

“Saya berharap yang terjadi masih pada level perilaku kelompok sosial saja,” ujar Adrianus, merujuk pada kasus perampokan oleh empat orang Meksiko.

Dia pun melihat fenomena kriminalitas oleh wisatawan asing itu tak lepas dari upaya Bali untuk menarik wisatawan dari semua tingkat ekonomi. Kondisi itu juga membuat Bali kini semakin sesak. Untuk menyaring, kata Adrianus, pemerintah perlu melakukan penyaringan yang lebih ketat terhadap para wisatawan asing.

Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah Bali Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, I Nengah Sukadana, mengatakan pihaknya sebenarnya sudah mengawasi kedatangan turis asing. Nengah menyatakan mereka telah membentuk Tim Pemantau Orang Asing (Timpora). Dia menjelaskan bahwa tim tersebut bertugas untuk mengawasi para pendatang.

Meski demikian, Nengah tak mau disebut kecolongan karena banyaknya wisatawan asing yang berbuat pidana di Bali. Dia menyatakan mereka tak bisa memastikan apakah seseorang akan berbuat kriminal atau tidak setibanya di sana. “Kami juga tidak bisa memastikan ketika orang berkunjung untuk liburan apakah memiliki motif lain,” ujar Nengah.

Soal upaya untuk memperketat arus masuk turis asing, I Nengah tak bisa berbicara banyak. Pasalnya, kebijakan visa on arrival atau bebas visa yang diberikan kepada beberapa negara merupakan kebijakan pemerintah pusat. “Karena itu adalah program pemerintah,” katanya. 

Adapun perihal empat perampok berkebangsaan Meksiko yang telah ditangkap polisi, Nengah menyatakan telah berkomunikasi dengan aparat kepolisian. Dia menyatakan para pelaku mungkin akan dideportasi ke negara asalnya.

M. FAIZ ZAKI | MADE ARGAWA | ANTARA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus