Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam sidang kasus kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) dengan terdakwa Setya Novanto, Direktur Penanganan Permasalahan Hukum Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Setya Budi Arijanta menegaskan banyak penyimpangan dalam proyek pengadaan e-KTP. Karena itu, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang saat itu menjabat Kepala LKPP, Agus Rahardjo, memutuskan instansinya mengundurkan diri dan tak lagi mendampingi Kementerian Dalam Negeri terkait dengan proyek e-KTP.
"Kita kan harus tanggung jawab nantinya. Tapi ini banyak pelanggaran," kata Budi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis, 1 Februari 2018.
Baca juga: Hotma Sitompul: Paulus Tannos Sebut Setya Novanto Ketua E-KTP
Pelanggaran dalam proyek e-KTP antara lain aspek pemaketan, penyusunan dokumen tidak kualitatif, dan menggunakan kontrak lump sum. Padahal proyek e-KTP seharusnya menggunakan kontrak harga satuan. Menurut Budi, tidak ada perusahaan pemenang lelang yang memenuhi syarat teknis.
Hal itu bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Karena itu, Budi menilai proyek e-KTP tak mungkin terwujud. Pekerjaan terlalu banyak dengan waktu yang singkat.
Tak hanya itu, ada penyimpangan dalam proses lelang. Kementerian Dalam Negeri tak melewati mekanisme lelang dalam mencari perusahaan pemenang proyek.
Mekanisme itu dimulai dengan download dokumen pengadaan, pengumuman pasca-kualifikasi, pemberian penjelasan, upload dokumen penawaran, evaluasi penawaran, evaluasi dokumen kualifikasi, pembukaan dokumen penawaran, upload berita acara hasil pelelangan, pengumuman pemenang, penetapan pemenang, masa sanggah hasil lelang, penandatanganan kontrak, hingga surat penunjuk penyedia barang/jasa.
Budi menjelaskan, Kementerian baru memenuhi tahap upload dokumen penawaran, tapi sudah ada penandatangan kontrak perusahaan pemegang proyek e-KTP. Namun, dia melanjutkan, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi membantah tak penuhi prosedur. Gamawan malah menyalahkan sistem lelang online LKPP.
"Ini proyek muskil. Terbukti sekarang tidak ada (tender) yang memenuhi syarat. Harusnya tidak ada yang lulus karena pekerjaan ini tidak ada yang mampu mengerjakan," ujar Budi.
Budi dihadirkan jaksa sebagai saksi untuk terdakwa dugaan korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto. Selain Budi, ada empat saksi lain. Dua di antaranya pengacara Hotma Sitompul dan mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Chairuman Harahap.
Setya Novanto didakwa jaksa penuntut umum KPK berperan dalam meloloskan anggaran proyek e-KTP di DPR pada medio 2010-2011 saat dia masih menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar. Atas perannya, Setya disebut menerima total fee US$ 7,3 juta. Dia juga diduga menerima jam tangan merek Richard Mille seharga US$ 135 ribu. Setya didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini