Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

200 Kelompok HAM Dorong DK PBB untuk Embargo Senjata ke Myanmar

Sebanyak 200 organisasi hak asasi manusia, termasuk Amnesty International, mendorong DK PBB untuk melakukan embargo senjata terhadap Myanmar.

6 Mei 2021 | 14.00 WIB

Seorang pria memegang obor saat dia berdiri di belakang barikade selama protes terhadap kudeta militer, di Yangon, Myanmar, Ahad, 28 Maret 2021. REUTERS / Stringer
Perbesar
Seorang pria memegang obor saat dia berdiri di belakang barikade selama protes terhadap kudeta militer, di Yangon, Myanmar, Ahad, 28 Maret 2021. REUTERS / Stringer

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 200 organisasi hak asasi manusia, termasuk Human Rights Watch dan Amnesty International, mendorong Dewan Keamanan PBB untuk mengaplikasikan emabrgo persenjataan ke Myanmar. Hal tersebut untuk merespon situasi yang tak kunjung membaik di Myanmar, bahkan setelah negosiasi di KTT ASEAN. Mereka beralasan, embargo diperlukan untuk melindungi warga yang berunjuk rasa menuntut pemulihan demokrasi di Myanmar.

"Menerapkan embargo persenjataan global di Myanmar adalah hal minimum yang perlu diambil oleh DK PBB untuk merespon kekerasan oleh junta militer," ujar ke-200 organisasi tersebut dalam pernyataan bersamanya, Kamis, 6 Mei 2021.

Sejak kudeta Myanmar dilakukan pada 1 Februari lalu, situasi di negeri seribu pagoda itu genting. Unjuk rasa berlangsung tiap harinya, menuntut pemulihan demokrasi, pengakhiran kekerasan, serta pembebasan tahanan politik. Oleh Militer Myanmar, unjuk rasa itu mereka respon dengan aksi kekerasan yang sudah menewaskan lebih dari 750 orang.

Selain 750 orang tewas, ribuan orang juga ditangkap oleh Junta Myanmar. Menurut Asoasi Bantuan Hukum untuk Tahanan Politik, sudah ada 3400 lebih orang dijadikan tahanan politik oleh junta. Mereka terdiri atas aktivis, politisi, selebritas, influencer, dan masih banyak lagi. Salah satunya adalah Penasihat Negara Aung San Suu Kyi.

Suasana salah satu sidang DK PBB. Reuters

Di luar Myanmar, berbagai upaya dilakukan untuk mengakhiri krisis. Amerika, misalnya, telah menerapkan berbagai sanksi ke pejabat-pejabat Militer Myanmar serta perusahaan afiliasinya. DI ASEAN, konferensi tingkat tinggi telah digelar untuk mendapatkan konsensus soal penyelesaian krisis.

Ke-200 organisasi berkata dalam pernyataan bersamanya bahwa konsensus saja tidak cukup. Konsensus tersebut harus diwujudkan agar terlihat hasilnya. Menurut mereka, masa-masa memberikan pernyataan dukungan sudah lewat dan apa yang dibutuhkan Myanmar sekarang adalah langkah aktif serta substantif.

"Warga Myanmar tidak bisa menunggu lebih lama lagi soal langkah dari DK PBB," ujar mereka.

Di DK PBB, tantangan ada bagaimana menyakinkan Cina dan Rusia untuk mendukung resolusi penyelesaian krisis Myanmar, termasuk embargo senjata. Cina dan Rusia sama-sama memiliki hak veto dan sejauh ini mereka cenderung melindungi Myanmar dari hukuman tegas.

"Kami tidak mendukung pemberian sanksi. Menurut kami, itu adalah langkah terakhir untuk menyelesaikan konflik di Myanmar," ujar Duta Besar Cina untuk PBB, Zhang Jun, pada Senin kemarin. Sejak kudeta Myanmar terjadi, DK PBB sudah beberapa kali menggelar pertemuan soal krisis tersebut, namun baru melahirkan pernyataan bersama saja.

Baca juga: Bungkam Penentang Kudeta Militer, Junta Militer Myanmar Larang Televisi Satelit

ISTMAN MP | REUTERS


Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus