Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Lahore—Sebuah ledakan dahsyat menghantam pasar sayuran yang sibuk di Kota Lahore, Pakistan, Senin 24 Juli 2017 dan menewaskan sedikitnya 25 orang serta melukai puluhan lainnya.
Seperti dilansir ABC News, Selasa 25 Juli 2017, kelompok radikal Taliban mengaku bertanggung jawab atas serangan di kota kedua terbesar di Pakistan tersebut. Hal ini diungkapkan oleh juru bicara Taliban Pakistan, Muhammad Khurassani dalam sebuah pesan kepada media.
Penyelidikan polisi awal menunjukkan, ledakan itu merupakan serangan bom bunuh diri.
"Berdasarkan temuan awal kami, ini adalah ulah seorang pelaku bom bunuh diri, yang menggunakan sepeda motor," kata Wakil Kepala Polisi setempat, Haider Ashraf kepada wartawan di Lahore.
Ledakan tersebut terjadi di jalan utama yang ramai pengunjung di selatan Lahore. Efek ledakan hingga mengempas kaca jendela di gedung-gedung sekitarnya.
Baca: Pemimpin Dunia Kutuk Serangan Bom di Lahore, Pakistan
Komisioner Kota Abdullah Khan Sumbul mengatakan, ledakan tersebut menjadikan polisi sebagai sasaran.
Jurubicara Kepolisian Lahore, Syed Hammad Shah, menyebutkan, setidaknya 25 orang tewas dan 52 orang terluka.
Pejabat senior pemerintah daerah Sumair Ahmad Syed pun membenarkan jumlah korban tewas itu, meski dia menyebutkan jumlah korban luka ada 35 orang.
Menteri Dalam Negeri Chaudhry Nisar Ali Khan mengatakan, sebagian besar korban adalah petugas polisi, namun tidak dapat mengonfirmasi sumber ledakan tersebut.
Daerah itu sedang dipadati para polisi yang bertugas menertibkan para pedagang di pasar, yang lapaknya tumpah menutupi sisi jalan.
Namun Menteri Hukum Provinsi Pakistan Rana Sanaullah mengatakan, ledakan Taliban itu tampaknya menargetkan pasar sayuran, yang penuh dengan pembeli.
Pada April lalu, sebuah serangan bom bunuh diri menyasar tim sensus Pakistan yang menewaskan enam orang dan melukai 18 lainnya.
Setelah serangkaian serangan sejak Februari lalu di Lahore, militer Pakistan menggelar operasi besar-besaran untuk menghabisi kelompok Taliban.
REUTERS | ABC | SITA PLANASARI AQUADINI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini