Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perang Afganistan telah menghabiskan biaya pembayar pajak Amerika Serikat sebesar US$ 2 triliun atau Rp 28.000 triliun, namun pengungkapan Afghanistan Papers oleh The Washington Post menyebut Amerika gagal dalam perang terlama Amerika Serikat tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
The Washington Post menerbitkan The Afghanistan Papers: A secret history of the war pada 9 Desember mengungkap tidak adanya kemajuan dalam perang 18 tahun. Dokumen setebal 2.000 halaman lebih adalah hasil wawancara dari berbagai sumber terkait Perang Afganistan, mulai dari jenderal, diplomat, pasukan di lapangan, pekerja bantuan, dan pejabat Afganistan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tidak ada kemajuan dalam Perang Afganistan. Taliban mengendalikan sebagian besar negara. Afganistan tetap menjadi salah satu sumber pengungsi dan migran terbesar di dunia. Lebih dari 2.400 tentara Amerika dan 38.000 lebih warga sipil Afganistan tewas.
Lalu untuk apa bantuan sebesar US$ 2 triliun dalam Perang Afganistan? Berdasarkan perkiraan dari Costs of War Project di Brown University, New York Times menilai berapa banyak yang dikeluarkan Amerika Serikat untuk berbagai aspek perang dan apakah pengeluaran itu mencapai tujuannya.
US$ 1,5 triliun (Rp 21.000 triliun)
Pengeluaran perang sebesar US$ 1,5 triliun tetap tidak jelas, tetapi Departemen Pertahanan AS mengungkap rincian beberapa dari tiga tahun pengeluaran terakhir.
Sebagian besar uang yang dirinci , sekitar 60 persen setiap tahun, digunakan untuk hal-hal seperti pelatihan, bahan bakar, kendaraan lapis baja dan fasilitas. Transportasi, seperti angkutan udara dan laut, menghabiskan sekitar 8 persen, atau US$ 3 miliar hingga US$ 4 miliar (Rp 42-56 triliun) per tahun.
Presiden Trump bertemu dengan Presiden Afganistan, Ashraf Ghani, selama kunjungan pertamanya ke Afganistan, 28 November 2019.[Erin Schaff / The New York Times]
US$ 10 miliar (Rp 140 triliun)
Afganistan memasok 80 persen heroin dunia. Dalam sebuah laporan tahun lalu, Inspektur Jenderal Khusus untuk Rekonstruksi Afganistan menggambarkan upaya kontranarkotika gagal. Meskipun miliaran dolar untuk memerangi penanaman opium, Afganistan adalah sumber 80 persen dari produksi opium ilegal global.
Sebelum perang, Afganistan hampir sepenuhnya memberantas opium, menurut data PBB dari tahun 1996 hingga 2001, ketika Taliban berkuasa.
Saat ini, penanaman opium adalah sumber utama pendapatan dan pekerjaan, serta pendapatan bagi Taliban. Selain pengeluaran perang, itu adalah aktivitas ekonomi terbesar Afganistan.
US$ 87 miliar (Rp 1.219 triliun)
Pasukan Afganistan tidak dapat mendukung diri mereka sendiri. Salah satu tujuan utama upaya Amerika adalah melatih ribuan pasukan Afganistan. Sebagian besar pengeluaran Amerika untuk rekonstruksi telah digunakan untuk dana yang mendukung Angkatan Darat Afganistan dan pasukan polisi melalui peralatan, pelatihan dan pendanaan.
Tetapi tidak ada seorang pun di Afganistan (bukan militer Amerika, dan bukan penasihat utama Presiden Ashraf Ghani) yang berpikir pasukan militer Afganistan dapat menunjang diri mereka sendiri.
Angkatan Darat Afganistan rapuh karena meningkatnya jumlah korban dan desersi, yang berarti mereka harus melatih anggota baru dengan total setidaknya sepertiga dari seluruh pasukan mereka setiap tahun.
Presiden Barack Obama telah merencanakan untuk menyerahkan tanggung jawab penuh atas keamanan kepada Afganistan pada akhir 2014 dan untuk menarik semua pasukan Amerika pada 2016. Rencana itu goyah ketika Taliban mengambil kesempatan tersebut.
Militer Amerika harus membujuk Presiden Obama pertama, dan kemudian Presiden Trump, untuk meningkatkan pasukan. Sekitar 14.000 pasukan AS tetap di negara itu hingga bulan ini.
US$ 24 miliar (Rp 336,3 triliun)
Pengeluaran yang terkait dengan perang secara kasar menggandakan ukuran ekonomi Afganistan sejak 2007. Tapi itu belum bisa disebut ekonomi yang sehat.
Seperempat atau lebih warga Afganistan menganggur, dan keuntungan ekonomi telah berkurang sejak 2015, ketika kehadiran militer internasional mulai berkurang.
Investor luar negeri masih menolak berinvestasi karena korupsi Afganistan, negara korup di antara yang terburuk di dunia, menurut Transparency International. Bahkan perusahaan Afganistan mencari tenaga kerja yang lebih murah dari India dan Pakistan.
Harapan swasembada di sektor mineral, yang dibanggakan Pentagon bisa bernilai US$ 1 triliun (Rp 14.000 triliun), telah pupus. Beberapa perusahaan dari Cina dan di tempat lain mulai berinvestasi di pertambangan, tetapi keamanan dan infrastruktur yang buruk telah mencegah pembayaran yang signifikan.
US$ 30 miliar (Rp 420,3 triliun)
Pembayar pajak Amerika telah mendukung upaya rekonstruksi yang meliputi pemeliharaan perdamaian, bantuan pengungsi dan bantuan untuk banjir kronis, longsoran salju dan gempa bumi.
Sebagian besar uang itu, menurut inspektur jenderal, terbuang sia-sia untuk program-program yang dirancang dengan buruk atau karena korupsi.
Dolar Amerika digunakan untuk membangun rumah sakit yang tidak merawat pasien, sekolah yang tidak mengajarkan siswa (dan kadang-kadang tidak pernah ada sama sekali) dan ke pangkalan militer Afganistan tidak berguna dan kemudian ditutup.
Inspektur Jenderal mendokumentasikan US$ 15,5 miliar (Rp 217,2 triliun) untuk hal yang sia-sia, penipuan dan penyalahgunaan dalam upaya rekonstruksi dari 2008 hingga 2017.
Berkat pengeluaran Amerika, Afganistan telah melihat peningkatan dalam kesehatan dan pendidikan, tetapi jauh dari standar internasional.
Kematian ibu di Afganistan masih termasuk yang tertinggi di dunia, sementara harapan hidup termasuk yang terendah. Sebagian besar anak perempuan masih menerima sedikit atau tidak ada sekolah, dan pendidikan untuk anak laki-laki pada umumnya buruk.
Tentara Amerika di Alam Khel, Afganistan, pada tahun 2011. [Tyler Hicks / The New York Times]
US$ 500 miliar (Rp 7.000 triliun)
Untuk membiayai pengeluaran perang, Amerika Serikat meminjam banyak dan akan membayar bunga lebih dari US$ 600 miliar (Rp 8.407 triliun) pada pinjaman-pinjaman tersebut sampai tahun 2023. Sisa dari utang akan memakan waktu bertahun-tahun untuk dilunasi.
Selain itu, US$ 2 triliun (Rp 28.000) lebih yang telah dikeluarkan pemerintah Amerika untuk perang, utang dan biaya pengobatan akan berlanjut lama untuk waktu mendatang.
US$ 1,4 triliun (Rp 19.600 triliun)
US$ 350 miliar (Rp 4.904 triliun) lebih telah digunakan untuk perawatan medis dan disabilitas bagi para veteran perang di Irak dan Afganistan. Para ahli mengatakan bahwa lebih dari setengah dari pengeluaran itu milik upaya Afganistan untuk veteran yang berperang pasca teror 9/11 sampai tahun 2059.
Total akhir tidak diketahui, tetapi para ahli memproyeksikan triliunan dolar lain dalam biaya selama 40 tahun ke depan karena veteran Perang Afganistan yang terluka dan cacat bertambah usia dan membutuhkan lebih banyak layanan.