Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Protes keras Menteri Luar Negeri serta Menteri Kelautan dan Perikanan kepada Kuasa Usaha Sementara Kedutaan Besar Tiongkok di Jakarta atas tindakan intervensi negeri itu di Laut Natuna, pada Ahad dinihari lalu, merupakan respons yang tepat dan perlu. Pemerintah Indonesia sepatutnya bersikap tegas kepada negara mana pun yang melecehkan kedaulatan maritim Indonesia.
Tindakan patroli pantai Tiongkok yang menabrak kapal pencuri ikan Kway Fey 10078 ketika digiring oleh kapal pengawas (KP) Hiu 11 jelas merupakan pelanggaran. Menlu Retno L. Marsudi menyebut patroli pantai Tiongkok telah melakukan pelanggaran hak berdaulat dan yurisdiksi Indonesia di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan di landas kontinen Indonesia, pelanggaran terhadap upaya penegakan hukum oleh aparat Indonesia, serta pelanggaran terhadap kedaulatan hukum teritorial Indonesia.
Ancaman Menteri Susi Pudjiastuti menyeret Tiongkok ke Mahkamah Hukum Laut Internasional perlu didukung. Bukan kali ini saja Tiongkok mencuri ikan di Indonesia. Pada Juni 2009, delapan kapal Tiongkok menangkap ikan di ZEE Indonesia di Kepulauan Natuna. Pada Maret 2003, ketika KP Hiu Macan sedang menggiring kapal Tiongkok yang kepergok mencuri ikan di Natuna, dua kapal militer Tiongkok mengejar dan mengancam, sehingga KP Hiu Macan terpaksa melepas kapal tawanan demi keselamatan.
Indonesia perlu mencontoh Filipina, yang membawa sengketa wilayah Laut Cina Selatan itu ke Pengadilan Arbitrase Internasional. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Beijing mengklaim sepihak hampir seluruh wilayah Laut Cina Selatan. Dasar klaim itu adalah Nine Dash Line-garis batas laut imajiner Tiongkok yang disusun berdasarkan wilayah perairan tradisionalnya. Walhasil, Tiongkok tak hanya bersengketa dengan Indonesia, tapi juga dengan beberapa negara Asia Tenggara lainnya.
Tiongkok, yang tidak memandang otoritas Pengadilan Arbitrase Internasional dalam penyelesaian konflik dengan Filipina padahal meratifikasi Konvensi PBB terkait dengan Aturan Kelautan, menunjukkan keangkuhannya. Mereka lebih memilih penyelesaian secara bilateral. Tampaknya, modus yang sama juga akan dilakukan terhadap Indonesia dalam insiden KM Kway Fey. Buktinya, Kedutaan Besar Tiongkok meminta delapan anak buah kapal Kway Fey dilepas dan berharap penyelesaiannya melalui komunikasi diplomatik.
Pemerintah harus tetap memproses pencurian sumber daya alam Indonesia ini. Jangan sampai sikap tegas Menteri Susi dan Menlu Retno menyurut lantaran ada perintah atau desakan menjaga hubungan bilateral RI-Tiongkok yang sedang mesra belakangan ini. Jangan sampai harga diri dan kedaulatan Indonesia dikorbankan hanya untuk menyelamatkan kerja sama ekonomi atau investasi Tiongkok di sini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini