Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TUJUH suratkabar ibukota dilarang terbit untuk sementara. Semua
kegiatan Dewan Mahasiswa Universitas/Perguruan Tinggi/Institut
di seluruh Indonesia dibekukan oleh Kopkamtib. "Buku putih"
mahasiswa ITB dilarang beredar.
Wajar kalau ruang rapat Kopkamtib di Jl. Merdeka Barat 17.
Jakarta Pusat nyaris tak bisa menampung para wartawan dalam dan
luar negeri pada Senin jam 10 pagi kemarin. Beberapa wartawan
tak kebagian kursi, terpaksa berdiri, ketika Kas Kopkamtib
Laksamana Sudomo membacakan penjelasan situasi akhir-akhir ini.
Pengurus PWI Pusat hadir di sana, dipimpin ketua umum Harmoko
dan sekjen Sunardi DM. Mereka berada di ruang yang lain,
bersebelahan dengan ruang rapat. Para pimpinan suratkabar yang
dilarang terbit juga hadir. Ada Subagyo Pr dan Sabam Siagian
dari Sinar Harapan, ada Jakob Utama dari Kompas, tampak pula
Charli Siahaan dari Sinar Pagi.
Sudomo yang memimpin pertemuan itu didampingi oleh Kepala Bakin
Letjen Yoga Sugama, Jaksa Agung Letjen Ali Said dan Asisten
Intel Hankam MaJen Benny Murdani. Agaknya Kas Kopkamtib kali ini
tak ingin kalau penjelasannya yang 8 halaman folio itu sampai
disalahtafsirkan, dan minta agar dimuat secara lengkap olek
harian yang masih terbit.
Para wartawan nampak sudah siap dengan pertanyaan. Namun selesai
membacakan penjelasan itu, Sudomo tak membuka kesempatan. "Maaf
kali ini tidak ada pertanyaan," kata Sudomo seraya berdiri dari
duduknya. Ia lalu masuk kembali ke ruang kerjanya. Beberapa
wartawan tampak seperti penasaran, tapi edaran pers berisi teks
penjelasan Kas Kopkamtib segera jadi rebutan.
Mahasiswa
Beberapa petikan dari keterangan Sudomo sehubungan dengan
kegiatan-kegiatan para mahasiswa belakangan ini:
"Secara sistematis dan programatis, terutama oleh oknum-oknum
dewandewan mahaslswa/senat-senat mahasiswa, baik karena hasutan
unsur-unsur ekstrim maupun karena berpijak di atas pola ekstrim,
oleh oknum-oknum tersebut terus dilancarkan kegiatan dengan
menyalah-gunakan kebebasan, menyalah-gunakan demokrasi, menjurus
tindakan melawan konstitusi dan melanggar hukum."
"Dengan dalih kebebasan mimbar, dengan kedok pembahasan ilmiah,
di kampus-kampus diadakan semacam diskusi-diskusi dengan
mengundang oknum-oknum luar kampus yang isinya tidak lain
melontarkan fitnahan, hasutan nistaan, hinaan, pemutar-balikan
kenyataan yang ditujukan kepada orang lain, kelompok yang tidak
disukai, pejabat, aparatur pemerintahan. "Lebih dari itu,
dibahas dan disimpulkan perlunya perobahan figur Pimpinan
Nasional untuk bisa merobah struktur nasional."
"Apa yang dinamakan 'Ikrar Mahasiswa' yang dikeluarkan di
Bandung 28 Nopember 1977, mendakwa Presiden telah menyeleweng
dari UUD dan Pancasila. Padahal, ada atau tidak adanya
penyelewengan terhadap WD dan Pancasila adalah wewenang
konstitusionil MPR dan bukan wewenang sekelompok kecil orang
atau lembaga manapun di negara ini."
"Kedatangan sejumlah mahasiswa yang mengatas-namakan
dewan-dewan mahasiswa se Indonesia kepada pimpinan MPR pada 7
Januari 1978, dengan sikap perbuatan dan apa yang disampaikan,
nyata-nyata merendahkan martabat lembaga negara tertinggi
pemegang kedaulatan rakyat di negara ini.
"Pernyataan sikap mahasiswa ITB 14 Januari lalu dan apa yang
dinamakan 'Buku Putih Perjoangan Mahasiswa 1978' yang menyatakan
tak mempercayai lembaga eksekutif termasuk Pimpinan/Presiden RI
lembaga legislatif dan yudikatif yang masih menjaiankan tugas
secara konstitusionil, jelas menunjukkan sikap yang menentang
UUD."
"Hampir seluruh kegiatan mahasiswa itu, sebagian
dengancara-cara yang tidak seimbang dan diberi warna yang
memperuncing keadaan, disiarkan secara terus-menerus oleh
sejumlah suratkabar."
"Demi untuk menyelamatkan rakyat dari kekacauan, melanjutkan
pe,nbangunan, tegaknya hukum dan demi kelancaran dan suksesnya
Sidang Umum MPR mendatang, maka perlu diambil langkah-langkah
represif yang tegas dalam rangka usaha mencegah timbulnya
keadaan yang lebih gawat."
Sebelumnya di Yogyakarta, akhir pekan lalu Menhankam/Pangab
Jenderai Maraden Panggabean menguraikan secara panjang lebar
penilaian dan penegasan kembali sikap ABRI terhadap perkembangan
di Indonesia dewasa ini. Panggabean, sewaktu melantik
Pangkowilhan II yang baru antara lain menegaskan:
"ABRI tidak akan membiarkan sekelompok kecil orang yang secara
tidak bertanggungjawab menyalakan percikan-percikan api yang
aklurnya dapat membakar hangus seluruh tubuh bangsa."
"ABRI rnenghargai sikap kritis generasi muda dan sikap yang
peka terhadap masalah-masalah kemasyarakatan. Namun semua itu
hendaknya didasari dengan bobot sebagai calon sarjana dan
cendekiawan. Dari kampus mahasiswa dapat menjadi kekuatan moral
untuk menggerakkan pembaharuan.
"Tapi jika kegiatan mahasiswa melangkah ke luar kampus, apabila
golongan-golongan lain menyelinap ke dalam kampus, maka
mahasiswa kehilangan pamornya sebagai kekuatan moral, karena
telah berobah menjadi kekuatan politik. Dan sekali kampus
dipolitikkan, maka bobot ilmiahnya akan hilang, karena yang
tampil adalah warna politik."
Tentang 'Komando Jihad' Panggabean antara lain berkata: "Saya
tidak ingin mendahului pembuktian kebenaran oleh pengadilan yang
kini sedang berlangsung. Namun dari perkara itu jelas dapat
diungkapkan usaha dari kelompok Komando Jihad untuk meminta
bantuan tak kurang dan US$ 1 milyar dan 300 ribu pucuk senjata
dari negara asing. Tujuan gerakan ini sangat jelas: untuk
memerangi pemerintah yang sah."
Ditanggung Rektor
Singkatnya kegiatan para mahasiswa, baik oleh Menhankam
maupun Kas Kopkamtib, dianggap telah bersifat merongrong
kekuasaan negara atau kewibawaan pemerintah. "Bila dibiarkan
berlangsung terus, ini akan dapat menimbulkan kekacauan dalam
masyarakat," kata Sudomo. "Secara hukum kegiatan-kegiatan
tersebut sudah termasuk dalam klasifikasi perbuatan subversif
yang harus ditindak."
Dan tindakan itu memang sudah dilakukan. Di Jakarta, Bandung
dan beberapa kota pusat perguruan tinggi lainnya terasa suasana
yang membisu. Semua poster yang bernada protes sudah pula
dibersihkan oleh para petugas yang masuk kampus. Dan di Jakarta,
bertempat di gedung P & K Senayan berlangsung pertemuan antara
Kas Kopkamtib Sudomo dengan para Rektor Perguruan Tinggi Negeri
dan para Rektor PT Swasta Jakarta. Pertemuan itu berlangsung
tiga jam lebih. Dan menurut Sudomo "telah timbul pengertian
antara rektor dan pemerintah dalam kasus mahasiswa." Banyak
rektor yang hadir sore itu, antara lain Prof. Mahar Mardjono
dari UI, Prof. Iskandar Alisjahbana dari ITB, Prof. Memed Satari
dari TPB dan Prof Sukadji dari Gama.
Menteri P & K Sjarif Thajeb yang memimpin para rektor, selesai
pertemuan menyatakan ada sejumlah mahasiswa yang "ditahan." Ia
juga menyatakan "kata sepakat dengan semua rektor telah
tercapai." Apa itu, dia tak menjelaskan. Tapi sehubungan dengan
pembekuan kegiatan seluruh DM itu, semua kegiatan dalam kampus
dialihkan kepada para rektor masing-masing. "Rektorlah yang
bertanggungjawab selama kegiatan DM dalam kampus dibekukan,"
katanya.
Selesai bertemu dengan para rektor, masih ada acara lagi bagi
Sudomo yang kini sedang tak banyak bicara dengan pers itu:
bertemu dengan pimpinan parpol dan Golkar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo