Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

"Menyalah-gunakan Demokrasi" ...

Kegiatan dm se-indonesia dibekukan oleh kopkamtib. kegiatan mahasiswa dianggap telah bersifat merongrong kekuasaan negara atau kewibawaan pemerintah & dapat menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. (nas)

28 Januari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TUJUH suratkabar ibukota dilarang terbit untuk sementara. Semua kegiatan Dewan Mahasiswa Universitas/Perguruan Tinggi/Institut di seluruh Indonesia dibekukan oleh Kopkamtib. "Buku putih" mahasiswa ITB dilarang beredar. Wajar kalau ruang rapat Kopkamtib di Jl. Merdeka Barat 17. Jakarta Pusat nyaris tak bisa menampung para wartawan dalam dan luar negeri pada Senin jam 10 pagi kemarin. Beberapa wartawan tak kebagian kursi, terpaksa berdiri, ketika Kas Kopkamtib Laksamana Sudomo membacakan penjelasan situasi akhir-akhir ini. Pengurus PWI Pusat hadir di sana, dipimpin ketua umum Harmoko dan sekjen Sunardi DM. Mereka berada di ruang yang lain, bersebelahan dengan ruang rapat. Para pimpinan suratkabar yang dilarang terbit juga hadir. Ada Subagyo Pr dan Sabam Siagian dari Sinar Harapan, ada Jakob Utama dari Kompas, tampak pula Charli Siahaan dari Sinar Pagi. Sudomo yang memimpin pertemuan itu didampingi oleh Kepala Bakin Letjen Yoga Sugama, Jaksa Agung Letjen Ali Said dan Asisten Intel Hankam MaJen Benny Murdani. Agaknya Kas Kopkamtib kali ini tak ingin kalau penjelasannya yang 8 halaman folio itu sampai disalahtafsirkan, dan minta agar dimuat secara lengkap olek harian yang masih terbit. Para wartawan nampak sudah siap dengan pertanyaan. Namun selesai membacakan penjelasan itu, Sudomo tak membuka kesempatan. "Maaf kali ini tidak ada pertanyaan," kata Sudomo seraya berdiri dari duduknya. Ia lalu masuk kembali ke ruang kerjanya. Beberapa wartawan tampak seperti penasaran, tapi edaran pers berisi teks penjelasan Kas Kopkamtib segera jadi rebutan. Mahasiswa Beberapa petikan dari keterangan Sudomo sehubungan dengan kegiatan-kegiatan para mahasiswa belakangan ini:  "Secara sistematis dan programatis, terutama oleh oknum-oknum dewandewan mahaslswa/senat-senat mahasiswa, baik karena hasutan unsur-unsur ekstrim maupun karena berpijak di atas pola ekstrim, oleh oknum-oknum tersebut terus dilancarkan kegiatan dengan menyalah-gunakan kebebasan, menyalah-gunakan demokrasi, menjurus tindakan melawan konstitusi dan melanggar hukum."  "Dengan dalih kebebasan mimbar, dengan kedok pembahasan ilmiah, di kampus-kampus diadakan semacam diskusi-diskusi dengan mengundang oknum-oknum luar kampus yang isinya tidak lain melontarkan fitnahan, hasutan nistaan, hinaan, pemutar-balikan kenyataan yang ditujukan kepada orang lain, kelompok yang tidak disukai, pejabat, aparatur pemerintahan. "Lebih dari itu, dibahas dan disimpulkan perlunya perobahan figur Pimpinan Nasional untuk bisa merobah struktur nasional."  "Apa yang dinamakan 'Ikrar Mahasiswa' yang dikeluarkan di Bandung 28 Nopember 1977, mendakwa Presiden telah menyeleweng dari UUD dan Pancasila. Padahal, ada atau tidak adanya penyelewengan terhadap WD dan Pancasila adalah wewenang konstitusionil MPR dan bukan wewenang sekelompok kecil orang atau lembaga manapun di negara ini."  "Kedatangan sejumlah mahasiswa yang mengatas-namakan dewan-dewan mahasiswa se Indonesia kepada pimpinan MPR pada 7 Januari 1978, dengan sikap perbuatan dan apa yang disampaikan, nyata-nyata merendahkan martabat lembaga negara tertinggi pemegang kedaulatan rakyat di negara ini. "Pernyataan sikap mahasiswa ITB 14 Januari lalu dan apa yang dinamakan 'Buku Putih Perjoangan Mahasiswa 1978' yang menyatakan tak mempercayai lembaga eksekutif termasuk Pimpinan/Presiden RI lembaga legislatif dan yudikatif yang masih menjaiankan tugas secara konstitusionil, jelas menunjukkan sikap yang menentang UUD."  "Hampir seluruh kegiatan mahasiswa itu, sebagian dengancara-cara yang tidak seimbang dan diberi warna yang memperuncing keadaan, disiarkan secara terus-menerus oleh sejumlah suratkabar."  "Demi untuk menyelamatkan rakyat dari kekacauan, melanjutkan pe,nbangunan, tegaknya hukum dan demi kelancaran dan suksesnya Sidang Umum MPR mendatang, maka perlu diambil langkah-langkah represif yang tegas dalam rangka usaha mencegah timbulnya keadaan yang lebih gawat." Sebelumnya di Yogyakarta, akhir pekan lalu Menhankam/Pangab Jenderai Maraden Panggabean menguraikan secara panjang lebar penilaian dan penegasan kembali sikap ABRI terhadap perkembangan di Indonesia dewasa ini. Panggabean, sewaktu melantik Pangkowilhan II yang baru antara lain menegaskan:  "ABRI tidak akan membiarkan sekelompok kecil orang yang secara tidak bertanggungjawab menyalakan percikan-percikan api yang aklurnya dapat membakar hangus seluruh tubuh bangsa."  "ABRI rnenghargai sikap kritis generasi muda dan sikap yang peka terhadap masalah-masalah kemasyarakatan. Namun semua itu hendaknya didasari dengan bobot sebagai calon sarjana dan cendekiawan. Dari kampus mahasiswa dapat menjadi kekuatan moral untuk menggerakkan pembaharuan. "Tapi jika kegiatan mahasiswa melangkah ke luar kampus, apabila golongan-golongan lain menyelinap ke dalam kampus, maka mahasiswa kehilangan pamornya sebagai kekuatan moral, karena telah berobah menjadi kekuatan politik. Dan sekali kampus dipolitikkan, maka bobot ilmiahnya akan hilang, karena yang tampil adalah warna politik."  Tentang 'Komando Jihad' Panggabean antara lain berkata: "Saya tidak ingin mendahului pembuktian kebenaran oleh pengadilan yang kini sedang berlangsung. Namun dari perkara itu jelas dapat diungkapkan usaha dari kelompok Komando Jihad untuk meminta bantuan tak kurang dan US$ 1 milyar dan 300 ribu pucuk senjata dari negara asing. Tujuan gerakan ini sangat jelas: untuk memerangi pemerintah yang sah." Ditanggung Rektor Singkatnya kegiatan para mahasiswa, baik oleh Menhankam maupun Kas Kopkamtib, dianggap telah bersifat merongrong kekuasaan negara atau kewibawaan pemerintah. "Bila dibiarkan berlangsung terus, ini akan dapat menimbulkan kekacauan dalam masyarakat," kata Sudomo. "Secara hukum kegiatan-kegiatan tersebut sudah termasuk dalam klasifikasi perbuatan subversif yang harus ditindak." Dan tindakan itu memang sudah dilakukan. Di Jakarta, Bandung dan beberapa kota pusat perguruan tinggi lainnya terasa suasana yang membisu. Semua poster yang bernada protes sudah pula dibersihkan oleh para petugas yang masuk kampus. Dan di Jakarta, bertempat di gedung P & K Senayan berlangsung pertemuan antara Kas Kopkamtib Sudomo dengan para Rektor Perguruan Tinggi Negeri dan para Rektor PT Swasta Jakarta. Pertemuan itu berlangsung tiga jam lebih. Dan menurut Sudomo "telah timbul pengertian antara rektor dan pemerintah dalam kasus mahasiswa." Banyak rektor yang hadir sore itu, antara lain Prof. Mahar Mardjono dari UI, Prof. Iskandar Alisjahbana dari ITB, Prof. Memed Satari dari TPB dan Prof Sukadji dari Gama. Menteri P & K Sjarif Thajeb yang memimpin para rektor, selesai pertemuan menyatakan ada sejumlah mahasiswa yang "ditahan." Ia juga menyatakan "kata sepakat dengan semua rektor telah tercapai." Apa itu, dia tak menjelaskan. Tapi sehubungan dengan pembekuan kegiatan seluruh DM itu, semua kegiatan dalam kampus dialihkan kepada para rektor masing-masing. "Rektorlah yang bertanggungjawab selama kegiatan DM dalam kampus dibekukan," katanya. Selesai bertemu dengan para rektor, masih ada acara lagi bagi Sudomo yang kini sedang tak banyak bicara dengan pers itu: bertemu dengan pimpinan parpol dan Golkar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus