Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Dirjen Dukcapil Ingatkan Bahaya Swafoto dengan E-KTP Lalu Dijual Jadi NFT

Zudan mengatakan, swafoto dengan dokumen kependudukan seperti e-KTP sangat berbahaya.

17 Januari 2022 | 07.32 WIB

Penyedia jasa perbaikan e-KTP sedang memperbaiki e-KTP warga yang rusak di kawasan Salemba, Jakarta, Senin6 Juli 2020. Proses pembuatan e-KTP yang memakan waktu lama membuat warga yang KTP-nya rusak jadi enggan untuk membuat yang baru. TEMPO/Subekti.
Perbesar
Penyedia jasa perbaikan e-KTP sedang memperbaiki e-KTP warga yang rusak di kawasan Salemba, Jakarta, Senin6 Juli 2020. Proses pembuatan e-KTP yang memakan waktu lama membuat warga yang KTP-nya rusak jadi enggan untuk membuat yang baru. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh, mengingatkan bahaya swafoto dengan KTP elektronik (e-KTP) lalu menjualnya di media online, seperti OpenSea melalui Non Fungible Token (NFT).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

“Sangat rentan adanya tindakan fraud atau penipuan atau kejahatan oleh ‘pemulung data’ atau pihak-pihak tidak bertanggung jawab,” kata Zudan dalam keterangannya, Ahad, 16 Januari 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Zudan mengatakan, swafoto dengan dokumen kependudukan seperti KTP elektronik sangat berbahaya. Sebab data tersebut dapat dijual kembali di pasar underground atau digunakan dalam transaksi ekonomi online, seperti pinjaman online.

Zudan mengimbau agar masyarakat lebih selektif dalam memilih pihak yang dapat dipercaya, terverifikasi, dan memberikan jaminan kepastian kerahasiaan data diri atau pribadi. Sebab, masih banyak lembaga keuangan, baik perbankan maupun nonperbankan yang terdaftar di OJK, mensyaratkan foto KTP elektronik dan swafoto harus diunggah.

Menurut Zudan, ada sanksi menunggu bagi pihak yang mendistribusikan dokumen kependudukan. Ia menyebutkan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.

Di sisi lain, Zudan melihat masyarakat perlu diedukasi terhadap pentingnya melindungi data pribadi. “Edukasi kepada seluruh masyarakat oleh kita semua untuk tidak mudah menampilkan data diri dan pribadi di media online apapun sangat perlu dilakukan,” kata dia.

Friski Riana

Lulus dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana pada 2013. Bergabung dengan Tempo pada 2015 di desk hukum. Kini menulis untuk desk jeda yang mencakup isu gaya hidup, hobi, dan tren. Pernah terlibat dalam proyek liputan Round Earth Media dari International Women’s Media Foundation dan menulis tentang tantangan berkarier para difabel.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus