Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
KPU mengeluarkan surat edaran yang mengimbau partai politik untuk memperhatikan putusan Mahkamah Agung.
Sebagian besar partai tidak sempat lagi untuk menyesuaikan daftar caleg.
KPU tidak bisa memberikan sanksi bagi partai yang tak memenuhi syarat 30 persen.
JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengeluarkan surat edaran yang mengimbau partai politik untuk memperhatikan putusan Mahkamah Agung Nomor 24 P/HUM/2023 dan Nomor 28 P/HUM/2023. Putusan Nomor 24 P/HUM/2023 mengatur keterwakilan perempuan, sedangkan Nomor 28 P/HUM/2023 mengatur pencalonan mantan narapida korupsi sebagai anggota legislatif. Namun sejauh ini, belum semua partai menindaklanjuti surat edaran KPU tersebut. “Kami belum melaksanakan penyesuaian,” kata Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ahmad mengatakan baru menerima surat edaran KPU pada 3 Oktober lalu. Padahal pada hari yang sama menjadi tenggat terakhir pencermatan rancangan daftar calon tetap (DCT) anggota legislatif. Dengan waktu yang singkat itu, tidak mungkin bagi partai memperbaiki daftar calon sesuai dengan surat edaran KPU.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 29 Agustus lalu, Mahkamah Agung mengabulkan gugatan anggota Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Keterwakilan Perempuan terhadap Pasal 8 ayat 2 PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang pencalonan anggota DPR dan DPRD. Pasal tersebut dianggap merugikan hak politik perempuan karena terdapat penghitungan pembulatan ke bawah terhadap angka pecahan dua desimal di belakang koma kurang dari 50. Ketentuan tersebut berbeda dengan peraturan KPU pada penyelenggaraan Pemilu 2019, yang merumuskan pembulatan ke atas berapa pun pecahan desimal di belakang koma.
Dalam putusan Nomor 24 P/HUM/2023, Mahkamah Agung mengembalikan penghitungan afirmasi keterwakilan caleg perempuan, yakni pembulatan ke atas. Sebulan setelahnya, Mahkamah Agung kembali mengabulkan gugatan koalisi masyarakat sipil yang mempersoalkan Pasal 11 ayat 2 PKPU tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD serta Pasal 18 ayat 2 PKPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPD.
Pasal tersebut membuka pintu bagi bekas terpidana korupsi untuk menjadi calon anggota legislatif tanpa melalui masa jeda lima tahun. Dengan putusan itu, partai wajib mencoret caleg eks narapidana kasus korupsi yang belum menjalankan masa jeda lima tahun.
Kader Partai Amanat Nasional saat kampanye Partai Amanat Nasional (PAN). TEMPO/Seto Wardhana
Adapun KPU baru menerbitkan surat edaran pada 1 Oktober lalu. Surat tersebut ditandatangani oleh Ketua KPU Hasyim Asy'ari. Surat itu dikeluarkan untuk menindaklanjuti dua putusan Mahkamah Agung terhadap gugatan soal keterwakilan perempuan dan pencalonan mantan narapidana pada Pemilu 2024.
Ahmad mengatakan partainya sepakat dengan angka minimal 30 persen kuota perempuan. Secara akumulasi, kata dia, jumlah keterwakilan perempuan secara nasional dari NasDem telah melebihi 30 persen. Namun ada sejumlah daerah pemilihan yang tidak memenuhi 30 persen keterwakilan perempuan lantaran regulasi sebelumnya terdapat penghitungan pembulatan ke bawah terhadap dua pecahan desimal di belakang koma kurang dari 50. “Jadi, kami akui memang ada dapil yang kurang dari 30 persen karena sebelumnya ada regulasi pembulatan ke bawah,” ujarnya. “Jadi, ada beberapa dapil yang kurang dari 30 persen kuota perempuannya.”
Hasil penelusuran Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Keterwakilan Perempuan dalam sistem informasi pemilu KPU menunjukkan daftar calon sementara (DCS) anggota DPR dari NasDem yang kurang dari 30 persen berada di 18 dapil. Adapun total dapil untuk calon anggota DPR mencapai 84 dapil.
Ahmad mengatakan NasDem bakal menambah jumlah caleg perempuan di daerah pemilihan yang masih kurang jika KPU memberikan waktu tambahan untuk menyesuaikan DCT. Sebagai peserta pemilu, kata dia, NasDem wajib tunduk terhadap putusan Mahkamah Agung. “Tapi sayangnya semua berkas itu telah selesai tenggatnya,” ujarnya.
Menurut Ahmad, semestinya KPU segera merevisi PKPU setelah ada keputusan dari Mahkamah Agung. Namun KPU justru hanya mengeluarkan surat edaran yang isinya tidak jelas. “Kan putusan Mahkamah Agung mengikat, seharusnya otomatis mengoreksi PKPU,” ujarnya. “Kami hanya dikasih surat. Partai mana mau merepotkan diri diminta menyesuaikan dan waktunya juga sudah pada hari terakhir pencermatan.”
NasDem, kata dia, hanya bisa menjalankan perintah MA soal aturan mantan narapidana yang digugat. NasDem telah mencoret satu nama mantan narapidana kasus korupsi yang belum menjalani masa jeda lima tahun dalam DCT. “Jadi, kami baru menindaklanjuti yang soal putusan mantan narapidana korupsi saja,” ucapnya. “Kami mau menindaklanjuti putusan soal kuota perempuan jika diberikan waktu tambahan.”
Partai Golkar setali tiga uang. Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia mengatakan partainya juga belum menindaklanjuti seluruh putusan MA soal keterwakilan perempuan. “Sekarang sudah tahap pencermatan DCT sehingga waktunya sudah sulit,” ujarnya. Berdasarkan data dalam sistem informasi pemilu yang dicermati koalisi masyarakat sipil, Partai Golkar belum memenuhi minimal 30 persen keterwakilan perempuan di 22 dari 84 daerah pemilihan calon anggota DPR.
Sejumlah bakal calon anggota legislatif (Bacaleg) dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem) melakukan konvoi menggunakan becak saat akan mendaftarkan diri di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jateng, Semarang, Jawa Tengah,11 Mei 2023. ANTARA/Aji Styawan
Berbeda dengan NasDem dan Golkar, Partai Keadilan Sejahtera telah lebih dulu mengeluarkan surat edaran kepada seluruh pengurus partai dari tingkat pusat sampai daerah untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung. Surat edaran tersebut diteken Sekretaris Jenderal PKS Habib Aboe Bakar Al Habsyi pada 30 September 2023. “Kami telah menyesuaikan karena partai perlu mengikuti aturan yang berlaku,” ujar Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera.
PKS, kata dia, telah menerbitkan surat edaran agar pengurus partai menindaklanjuti putusan KPU sebelum penyelenggara pemilu memberikan surat kepada partai. Sebab, PKS baru menerima surat edaran KPU untuk menindaklanjuti putusan tersebut pada 4 Oktober lalu. “Kami telah mengganti DCS di sembilan dapil yang kurang hingga sekarang sudah mencapai 30 persen atau lebih,” ujarnya.
PAN juga menyatakan telah menindaklanjuti putusan MA. Bahkan mereka telah menyesuaikan seluruh dapil dari calon anggota Dewan tingkat pusat sampai daerah. “Kami bahkan merevisi beberapa hari setelah putusan MA keluar, langsung kami tindak lanjuti,” ujarnya. “Semua menggunakan pembulatan ke atas dan sudah selesai 100 persen.”
Dosen hukum kepemiluan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan semestinya KPU memperpanjang masa untuk perbaikan berkas sebagai konsekuensi adanya putusan Mahkamah Agung. Kalau KPU memang berkomitmen pada pemenuhan keterwakilan perempuan dalam daftar bacaleg, KPU akan secara optimal memfasilitasi pemenuhan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen dalam daftar bacaleg partai.
Beberapa waktu sebelumnya KPU juga pernah memperpanjang masa perbaikan berkas administrasi caleg yang dilakukan melalui penerbitan surat edaran,” ujar Titi. “Sehingga hal yang serupa juga bisa diadopsi untuk keterwakilan perempuan.”
Hasyim Asy'ari mengatakan KPU tidak bisa memberikan sanksi bagi partai yang tak memenuhi syarat 30 persen. Sebab, Undang-Undang Pemilu hanya mengatur soal pemberlakuan regulasi tersebut tanpa adanya sanksi. “Kalau di undang-undang tidak ada sanksi, KPU tidak bisa memberikan sanksi,” katanya.
IMAM HAMDI | IHSAN RELIUBUN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo