Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md tak sepakat dengan draf revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran atau UU Penyiaran. Mahfud mengatakan revisi yang berpotensi melarang produk jurnalistik investigasi itu adalah suatu kekeliruan. Sebab, kata Mahfud, tugas jurnalis justru melakukan investigasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Mahfud menyatakan sebuah media malah akan menjadi hebat jika memiliki jurnalis-jurnalis yang bisa melakukan investigasi dengan baik. “Dia akan menjadi hebat media itu kalau punya wartawan yang bisa melakukan investigasi mendalam dengan berani,” kata Mahfud melalui keterangan tertulis pada Rabu, 15 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Maka itu, Mahfud mengkritik draf revisi UU Penyiaran yang digodok oleh Badan Legislasi DPR. Diketahui, salah satu pasal dalam draf tersebut yang menuai kritik adalah Pasal 50 B Ayat 2 huruf c yang mengatur larangan penayangan eksklusif jurnalisme investigasi.
Menurut Mahfud, melakukan investigasi adalah salah satu tugas pers. “Kalau itu (dilarang) sangat keblinger, masa media tidak boleh investigasi, tugas media itu ya investigasi hal-hal yang tidak diketahui orang,” ujar Mahfud.
Dia berujar pelarangan melakukan dan menyiarkan hasil investigasi untuk media sama saja seperti melarang peneliti melakukan riset. Dia menilai keduanya sama-sama vital untuk profesi masing-masing meski berbeda keperluan.
Maka dari itu, Mahfud menyatakan draf revisi UU Penyiaran yang ada sekarang harus dikritisi. “Harus kita protes, masa media tidak boleh investigasi?” ucap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Mahfud menyampaikan bahwa seharusnya DPR lebih berfokus untuk melakukan sinkronisasi UU Penyiaran. Artinya, kata dia, kehadiran UU Penyiaran harus bisa saling mendukung dengan UU Pers hingga UU Pidana.
Selain itu, Mahfud juga menyatakan prihatin karena undang-undang yang menyangkut kepentingan publik justru tidak jelas nasibnya hingga saat ini. Mahfud memberikan contoh RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Uang Kartal yang belum juga rampung dibahas di DPR.
"Celakanya, rakyat sebenarnya menjadi penonton di pinggir jalan, tapi mereka ini tidak sadar karena mereka bukan kaum yang mengerti. Tidak mengerti bahwa mereka itu sedang dikerjai, hak-haknya itu sedang dirampas. Jadi rakyat diam saja," ujar Mahfud.
Pilihan Editor: Syarat Masuk IPDN 2024, Nilai Rapor, dan Batas Usianya