Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Bunyi Jentikan Capit Udang Jadi Indikator Kesehatan Karang  

Frekuensi jentikan capit udang dapat menjelaskan kualitas


lingkungan karang di sekitarnya.

15 Januari 2016 | 13.08 WIB

Seorang penyelam, menyelam diantara ikan-ikan dan coral di spot Atlantis Garden Pulau Kodingareng Keke, Makassar, Sulsel, 14 Oktober 2015. Atlantis Garden menjadi langkah awal pelestarian ekosistem laut terutama terumbu karang Artifisial. TEMPO/Iqbal Lubi
Perbesar
Seorang penyelam, menyelam diantara ikan-ikan dan coral di spot Atlantis Garden Pulau Kodingareng Keke, Makassar, Sulsel, 14 Oktober 2015. Atlantis Garden menjadi langkah awal pelestarian ekosistem laut terutama terumbu karang Artifisial. TEMPO/Iqbal Lubi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Amerika - Bunyi jentikan capit udang ternyata dapat memberikan gambaran kondisi area karang. Hal ini terbukti dari penelitian ribuan udang letup yang bermukim di perairan Carolina Utara, Amerika.

“Ada perbedaan frekuensi jentikan setiap musim, demikian juga pada pagi dan malam hari,” kata peneliti dari North Carolina State University, Del Bohnenstiehl, seperti dilansir dari Phys, Kamis, 14 Januari 2016. Bersama dua rekannya, David Eggleston dan Ashlee Lillis, mereka mendata frekuensi bunyi jentikan capit udang selama setahun penuh.

Udang letup dapat menghasilkan bunyi seperti jentikan jari, dengan mengatupkan dua capit asimetris dalam kecepatan tinggi. Meski bertubuh kecil—hanya sepanjang 2,5 sentimeter—koloni udang ini mencapai ribuan, sehingga bunyi yang dihasilkan dapat terdengar di dalam air.

Awalnya, Bohnenstiehl berasumsi frekuensi letupan ini bersifat konstan. Namun temuan mereka berkata lain. Pada musim panas 2011, rata-rata letupan mencapai 2.000 kali per menit. Pada musim dingin, frekuensi anjlok menjadi seratus kali, bahkan lebih sedikit. Selain itu, ada perubahan pola keaktifan udang.

“Pada musim dingin, mereka lebih aktif pada siang hari. Namun, saat musim panas, mereka lebih banyak bergerak pada malam hari,” ujar Lillis. Mereka juga menyimpulkan bahwa udang-udang ini sangat sensitif dengan perubahan suhu dan lingkungan di sekitar karang.

Salah satu contohnya, menurut Bohnenstiehl, saat frekuensi jentikan udang menurun drastis, dapat berarti kualitas lingkungan di sekitar karang tengah memburuk. Apabila berhenti sama sekali, ada potensi perubahan ekosistem di sekitar karang. Sebab, suara jentik udang ini merupakan salah satu penunjuk arah bagi ikan yang tengah bermigrasi.

Bohnenstiehl mengaku belum dapat memastikan kebenaran hipotesis ini. Menurut dia, perlu penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama untuk mengambil kesimpulan yang sahih.

“Data ini masih mengundang banyak tanya, sekaligus memperjelas betapa sedikitnya pengetahuan kita. Satu hal yang pasti, pemahaman atas sampel akustik ini sangat penting untuk memahami ekosistem lautan,” tuturnya.

NATURE WORLD NEWS | PHYS | URSULA FLORENE


 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ursul florene

ursul florene

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus