Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Suplemen berupa vitamin D benar bisa mencegah berkembangnya penyakit autoimun. Ini setidaknya terbukti bagi mereka yang berusia di atas 50 tahun seperti yang ditunjukkan dalam sebuah studi yang menyediakan bukti pertama adanya keterkaitan di antara keduanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Studi-studi sebelumnya telah menemukan perbedaan kadar vitamin D pada mereka yang memiliki penyakit autoimun atau pada mereka yang diketahui sedang mengalami gejalanya. Studi-studi yang lain mengungkap efek manfaat suplemen itu pada sistem imun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kita tahu vitamin D sangat bagus untuk sistem imun dalam studi pada hewan, tapi kita belum pernah mendapat bukti kalau vitamin D bisa mencegah penyakit autoimun," kata Karen Costenbader dari Divisi Reumatologi, Radang dan Imunitas di Brigham and Women’s Hospital, Harvard Medical School, Amerika Serikat.
Costenbader dan timnya memisahkan secara acak hampir 26 ribu orang di Amerika yang berusia di atas 50 tahun, baik pria maupun wanita, untuk diberikan kepadanya perlakuan berbeda-beda: ada yang diberikan vitamin D, asam lemak Omega 3 dan placebo. "Baiknya dari uji random adalah mereka bisa benar-benar menjawab pertanyaan tentang penyebab," kata Costenbader.
Perkembangan dari tiap-tiap kelompok lalu diikuti dalam uji yang berjalan selama sekitar lima tahun tersebut. Para penelitinya mengukur perkembangan gejala autoimun, termasuk rheumatoid arthritis, autoimmune thyroid dan psoriasis.
Hasilnya mengungkap kalau pemberian dosis 2000 international units (IU) vitamin D per hari, dengan ataupun tanpa asam lemak Omega 3, mengurangi perkembangan penyakit automiun sebesar 22 persen. Dosis yang digunakan, sebagai catatan, lebih besar daripada asupan suplemen vitamin D standar 400 IU yang direkomendasikan di badan kesehatan seperti Departemen Kesehatan dan Layanan Sosial Inggris.
Adapun pemberikan Omega 3 dengan dosis 1000 mg per hari, dengan atau tanpa vitamin D, terukur mengurangi sebesar 15 persen--yang secara statistik dinilai kurang signifikan dalam percobaan itu. Semua hasil itu dibandingkan peserta uji dalam kelompok penerima placebo.
Belum jelas bagaimana vitamin D mampu mencegah penyakit autoimun, tapi kita tahu vitamin D diproses dalam tubuh untuk memproduksi bentuk aktif yang bisa mengubah perilaku sel-sel imun. "Ada begitu banyak mekanisme potensialnya," kata Costenbader. “Bisa, antara lain, vitamin D menolong sistem imun membedakan jaringan tubuh normal dari jaringan mikroba penyebab penyakit, atau menolong mengurangi respons peradangan."
Costenbader kini meresepkan kepada para pasiennya dengan vitamin D dosis 2000 IU per hari, jika mereka memenuhi kriteria usia dan memang aman untuk mengasipnya. Tapi, dia tak merekomendasikan yang sama untuk semua orang. "Anda harus harus berkonsultasi dengan dokter jika mulai mengasup suplemen. Ada beberapa alasan Anda tak seharusnya meminumnya," kata dia.
Para peneliti kini sedang melanjutkan studi untuk melihat berapa panjang manfaat suplemen vitamin D itu bertahan dan berharap memulai uji yang baru pada kelompok usia yang lebih muda. Adapun hasil studi pada kelompok usia di atas 50 tahun yang telah dilakukannya telah dipublikasi dalam British Medical Journal, 26 Januari 2022.
NEW SCIENTIST, BMJ
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.