Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Hampir tuan rumah

Pagelaran musik karya yokie s. di balai sidang senayan dengan teknik rekaman balik, penonton banyak yang kecewa. ditampilkan penyanyi-penyanyi top, tapi yang paling menonjol adalah achmad albar. (ms)

31 Maret 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KARCIS seharga Rp 6000, Rp 5000 dan Rp 3000, disikat oleh para muda yang memenuhi gedung berkapasitas 4.000 tempat duduk itu. Ini terjadi malam Minggu 17 Maret, di Balai Sidang Senayan, Jakarta, ketika Prambors Show Enterprises dan Musica Studio menyelenggarakan pergelaran musik karya Yokie S. Modal mereka Rp 14 juta. Dilihat dari jumlah kursi dan karcis, dari segi showbiz ini acara yang sukses. Lagi pula malam yang disebut 'Musik Saya Adalah Saya' itu, diselenggarakan rapi. Hanya saja terlambat sampai setengah jam --jadi tidak rapi. Untung saja penonton agak jinak, sehingga panitia tidak perlu menghadapi protes. Mereka juga dengan patuh berdiri tatkala Idris Sardi dengan orkes besarnya (30 pemain) membawakan Indonesia Raya. Tak kurang 15 buah lagu Jokie dibawakan malam itu. Semuanya dengan tehnik rekaman balik. Para penyanyi yang ambil bagian antara lain Andy Meriam Matalata, Rafika Duri, Bram Manusama, Harvey, Chrisye, Keenan, dan Achmad Albar. Lima lagu dinyanyikan oleh Chrisye. Tapi yang paling menonjol justru Mesin Kota dan Jurang Pemisah yang dinyanyikan Achmad Albar. Dengan gaya penampilan yang enak, sinkron dan penuh ekspresi, kribo ini meloncat malam itu dengan matangnya. Chrisye sebenarnya tidak jelek -- tapi ini rekaman balik. Padahal anak muda yang merdu suaranya itu jauh lebih menarik di dalam kaset. Akan Idris Sardi, ia tak banyak memberi andil. Seluruh pertunjukan yang berlangsung sekitar 2 jam ini lebih merupakan arak-arakan yang bcrusaha menjalin lagu, tari, pembacaan puisi, dan dagelan. Tetapi perekarnya kurang ketat. Sehingga di samping lamban, terasa terputus-putus. Keenan dan Jokie sendiri mengakui. "Kita cuma ingin agar orang tahu, bahwa musik kita ini begini ini. Kalau nantinya berkembang, ya masih tetap begitu, tidak ditentukan oleh permintaan orang," kata Keenan kepada Muthalib dari TEMPO. Tapi malam penampilan itu memang membawa harapan baik buat musik pop ada "maksud-maksud positif". Seperti diungkapkan Keenan, Jokie bicara tentang musik sebagai tuan rumah di negeri sendiri. "Saya ingin tetap punya kesempatan dan kebebasan mencipta tanpa desakan pihak lain," ujarnya. "Musik saya ini hampir menjadi tuan rumah, meskipun rumahnya masih kontrakan sifatnya." Diketahui, belakangan ini memang lahir barisan baru dalam musik pop. Di situ tergabung Chrisye, Keenan, Jokie, Guruh, Eros, Junaedi Salat dan sebagainya. Musik mereka komunikatif dengan remaja masa kini, di samping ada mencoba mengungkapkan sesuatu yang lebih dalam dan membangkitkan semangat patriotik. "Yang penting bagi saya, musikus punya prinsip dalam musiknya. Karena itulah menurut saya orang seperti Oma Irama itu sudah patut mengatakan musiknya adalah miliknya," ujar Yokie. Dengan mementaskan musik itu di panggung, juga kelihatan bahwa cara menyanyi pun sekarang ini berbeda. Dari pihak penyelenggara, muncul alasan keberanian apa yang menggerakkan mereka untuk mengumbar duit begitu banyak -- padahal kemudian mengaku, di segala sektor rerjadi kelebihan pengeluaran. "Yang penting buat saya sebagai usaha kaderisasi untuk suatu manajemen shovbiz," kata Dicky 1. Suryokusumo yang menjabat ketua panitia. Hanya, penonton yang semula datang untuk melihat jago-jago mereka, tampak banyak juga yang kecewa. "Kalau cuma play back doang, mendingan dengerin kasetnya saja," ujar seorang penonton muda. Keluhan ini kelihatan remeh, tapi mungkin akan jadi penting di masa datang. Teknik rekaman balik memang menguntungkan pemain lebih menjamin musik -- dari kecelakaan temporer pada suara maupun gangguan tata suara yang tidak becus, yang sering sekali terjadi. Tapi ia menuntut ketrampilan yang lain dari penyanyi sehingga penonton tak perlu merasa dongkol benar dikibulin: hanya melihat penyanyi yang mangap-mangap. Memburu Duit Beberapa tahun lalu, di Istora Senayan PAPIKO pernah menyelenggarakan pertunjukan yang juga rekaman seluruhnya. Antara lain waktu itu Titiek Puspa menyanyikan O Yoke dengan gaya menarik. Juga belum lama, Guruh dan Swara Mahardhika tampil diBalai Sidang - separuhnya rekaman. Waktu itu juga tampil Achmad Albar menyanyikan Anak Jalanan dengan gaya yang bagus dan dialah memang contoh penyanyi yang bagus di panggung baik langsung maupun lewat rekaman. 'Musik Saya Adalah Saya' jadi pengantar agar para penyanyi mulai memperhatikan sinkronisasi dan gaya penampilan ini. Soal keberesan penyelenggaraan rupanya sudah mulai digarap. Tapi komposisi keseluruhan acara juga mmerlukan pemikiran lebih matang - kalau dunia kaset tahun ini memang mulai dicairkan dengan penampilan panggung. "Dengan penampilan ini sebetulnya kita juga ingin menunjukkan, bahwa kita bisa main lebih tinggi dari yang dipikirkan orang sekarang. Kebetulan kami memang tidak pernah diminta memainkan musik yang seselera dengan mereka," ujar Keenan. Yang dimaksud dengan "mereka" adalah para produser yang maunya hanya memburu duit dengan memanfaatkan selera vulgar. Ditegaskan lebih lanjut oleh Jockie, bahwa malam itu pada akhirnya memang dengan sengaja dimaksudkan sebagai reaksi terhadap para produser kaset.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus