Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjudin Nur Effendi merespons usulan buruh ke pemerintah untuk menaikkan upah minimum pekerja (UMP) pada 2024 sebesar 15 persen. Tadjudin mempertanyakan dari mana hitung-hitungan usulan buruh tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tolong dijelaskan. Hitung-hitungannya bagaimana, jangan hanya pikirkan kepentingan mereka. Kalau pengusaha tidak mampu bayar, lalu mereka mereka kena sanksi, maka buruh juga yang rugi. Ya kalau nuntut yang logis, lah,” ujar dia melalui sambungan telepon pada Senin, 16 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, kenaikan upah itu harus disesuaikan dengan laju inflasi. Misalnya, inflasi 3 persen, agar daya beli tetap terjaga, kenaikan upah 6 persen masih ideal.
Artinya kenaikannya dua kali inflasi itu agar daya beli tidak tergerus inflasi. “Nuntut 6 persen atau 5 masih masuk akal. Saya dari tahun kemarin mempertanyakan, 15 persen dari mana datangnya,” tutur Tadjudin.
Dia juga menjelaskan, sebenarnya secara teoritis kenaikan upah minimum 3 persen itu pasti berpengaruh kepada daya beli masyarakat. Kemudian, daya beli akan mempengaruhi konsumsi. Lalu, konsumsi akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, 65 persen pertumbuhan ekonomi juga masih berasal dari konsumsi. Sehingga jika ingin mempertahankan pertumbuhan ekonomi tetap 5 persen, maka kenaikan upahnya harus sampai dua kali inflasi.
“Tergantung kepada inflasinya. Kalau inflasinya 2,5 persen, (upah) dinaikan 5 persen. Sehingga tetap terjaga daya beli,” ucap Tadjudin.
Sebelumnya, buruh yang tergabung dalam organisasi serikat buruh meminta kenaikan upah minimum 15 persen tahun depan. Hal tersebut juga menjadi salah satun tuntutan di setiap aksi demonstrasi dari para buruh beberapa waktu lalu.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan tuntutan itu disuarakan sebab upah murah dipotong 25 persen melalui Permenaker Nomor 5 Tahun 2023. Di mana selama tiga tahun berturut-turut upah tidak naik, lalu secara bersamaan sistem jaminan sosial tidak memadai.
Di Indonesia, kata Said Iqbal, subsidi upah hanya diberikan tiga sampai enam bulan. Sedangkan di Eropa, subsidi upah diberikan selama ekonomi masih hancur dan pertumbuhannya masih rentan “Oleh karena itu, daya belinya harus dinaikkan. Dengan daya beli naik, konsumsi naik," ujar Said Iqbal di sela-sela aksi pada Rabu, 21 Juli 2023 lalu.
Said Iqbal menilai permintaan kenaikan upah 15 persen pada 2024 adalah srategi untuk meningkatkan purchasing power. Ketika purchasing power naik, kata dia, berarti ada konsumsi yang menguntungkan domestik. “Ini ilmu ekonomi yang sangat sederhana, cuma mereka kan potong gaji nggak akan PHK (pemutusan hubungan kerja), tapi PHK juga jutaan orang,” tutur Said Iqbal.