Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Usai Mahkamah Agung atau MA menolak permohonan kasasi Presiden Joko Widodo atau Jokowi dkk dalam perkara kebakaran hutan di Kalimantan Tengah, pemerintah akan mengajukan peninjauan kembali (PK).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terkait hal itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyono menyebutkan, Menteri Siti Nurbaya Bakar sedang berkonsultasi dengan Jaksa Agung, Muhammad Prasetyo. "Selain itu juga untuk mengkoordinasikan berbagai persoalan terkait lingkungan hidup dan kehutanan yang perlu diselesaikan," katanya di Jakarta, Senin, 22 Juli 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bambang menjelaskan, persoalan kebakaran hutan sudah terjadi jauh sebelum Presiden Jokowi menjabat. Belum satu tahun menjabat pemerintah harus menghadapi kebakaran hutan yang menghanguskan sekitar 2,6 juta lahan dan hutan tersebut.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menjelaskan kebakaran hutan dan lahan terjadi karena persoalan berlapis di tingkat. Berbagai persoalan itu mulai dari lemahnya regulasi dan pelibatan oknum masyarakat hingga korporasi yang sengaja membakar atau lalai menjaga lahan mereka.
Siti mencontohkan ada pemegang konsesi yang membuka lahan dengan menyuruh rakyat untuk bakar, setelah itu mereka lari atau ada korporasi besar tapi tidak punya peralatan pemadaman, dan berbagai masalah lainnya. Berdasarkan instruksi Jokowi, pemerintah telah melahirkan berbagai kebijakan dan langkah koreksi untuk pengendalian kebakaran hutan.
Sejumlah aturan itu adalah Instruksi Presiden atau Inpres nomor 11/2015 tentang Peningkatan Pengendalian Karhutla, Inpres 8/2018 tentang Moratorium Izin, PP 57 tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, hingga pembentukan Badan Restorasi Gambut (BRG).
Selain itu, KLHK juga menerbitkan Peraturan Menteri LHK nomor 32/2016 tentang Pengendalian Karhutla, membenahi tata kelola gambut dengan baik dan berkelanjutan melalui pengawasan izin, penanganan dini melalui status kesiagaan dan darurat karhutla, dan berbagai kebijakan teknis lainnya.
KLHK juga menggandeng Majelis Ulama Indonesia (MUI), dengan diterbitkannya fatwa haram bagi pelaku pembakaran lahan dan hutan. Selain itu, pihaknya juga meningkatkan kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) Dalkarhutla hingga ke tingkat tapak.
Hal paling krusial lainnya, untuk pertama kali dilakukan penegakan hukum multidoors bagi pelaku pembakar karhutla, yakni dengan langkah hukum pidana, perdata dan administrasi. Langkah hukum ini tidak hanya menyasar perorangan, tapi juga korporasi.
Dalam kurun waktu 2015-2018 lebih hampir 550 kasus dibawa ke pengadilan baik melalui penegakan hukum pidana maupun perdata. Sebanyak 500 perusahaan dikenakan sanksi administratif terkait pelanggaran yang dilakukan, bahkan ada yang dicabut izinnya. Adapun kasus karhutla yang berhasil dimenangkan nilainya mencapai Rp 18 triliun.
Selain itu, menurutnya terjadi penurunan hotspot dari tahun ke tahun. Penurunan jumlah hotspot pada 2018 mencapai 82,14 persen dibandingkan tahun 2015 melalui Satelit NOAA atau 94,58 persen melalui Satelit Terra Aqua. Kemudian, terjadi pengurangan jumlah hari status tanggap darurat karhutla.
KLHK mencatatkan, sepanjang periode 2016-2018, Indonesia tidak mengalami status darurat akibat kebakaran hutan dan lahan. "Luas area terbakar berkurang, menurun hingga 92,5 persen dari 2,6 juta ha pada 2015 menjadi 194,757 ha pada 2018," ucap Siti.
Gugatan kepada negara pada awalnya bermula dari saat terjadinya kebakaran hebat pada 2015. Salah satu daerah yang dilanda kebakaran hutan hebat saat itu yaitu Kalimantan.
Sekelompok masyarakat menggugat negara, mereka adalah Arie Rompas, Kartika Sari, Fatkhurrohman, Afandi, Herlina, Nordin dan Mariaty. Mereka menggugat Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Menteri Pertanian RI, Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional RI, Menteri Kesehatan RI, Gubernur Kalimantan Tengah dan Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah.
Dalam perjalanannya, PN Palangkaraya mengabulkan gugatan mereka sebagian. Kemudian, pada pengadilan tingkat banding, Pengadilan Tinggi Palangkaraya menguatkan putusan PN Palangkaraya.
Atas putusan tersebut, Jokowi dkk tidak terima dan mengajukan banding. Namun Pengadilan Tinggi Palangka Raya menolak gugatan itu dan menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Palangka Raya pada 19 September 2017.
BISNIS