Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Sritex Berstatus PKPU, Bagaimana Nasib Utang Rp 554,62 Miliar di Bank BJB?

Sritex ternyata memiliki utang sebesar US$ 38,89 juta atau sekitar Rp 554,62 miliar ke Bank BJB.

7 Mei 2021 | 19.39 WIB

Suasana pabrik tekstil PT Sritex. Sritex.co.id
Perbesar
Suasana pabrik tekstil PT Sritex. Sritex.co.id

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex ternyata memiliki utang sebesar US$ 38,89 juta atau sekitar Rp 554,62 miliar ke PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. atau Bank BJB. Hal ini diketahui dari laporan keuangan perusahaan dengan kode saham SRIL itu yang dipublikasikan di situs Bursa Efek Indonesia. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi berharap Sritex bisa segera mendapat relaksasi kewajiban. "Ya kita ikuti prosesnya saja. Saya sangat yakin proses PKPU berjalan tidak lama dan relaksasi kewajiban akan diberikan oleh semua kreditur dan SRIL akan berjalan kembali seperti biasa," ujarnya, Jumat, 7 Mei 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejak kemarin, Sritex dan tiga anak usahanya menyandang status penundaan kewajiban pembayaran utang atau PKPU Sementara hingga 45 hari ke depan. Ketiga anak usahanya itu adalah Sinar Pantja Djaja, Bitratex Industries, dan Primayudha Mandirijaya.

Status ini disematkan setelah Hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang mengabulkan gugatan PKPU yang diajukan CV Prima Karya. CV Prima Karya adalah salah satu vendor yang terlibat dalam renovasi bangunan di Grup Sritex. Adapun gugatan PKPU diajukan atas nilai utang yang belum dibayarkan oleh Sritex senilai Rp 5,5 miliar.

Grup usaha Sritex tercatat sebagai salah satu debitur korporasi di Bank BJB. Hingga kini, kata bos Bank BJB itu, tercatat pembayaran kewajiban SRIL masih lancar. "Sampai dengan akhir bulan kemarin kewajiban SRIL masih berjalan lancar dan masih dalam kolektibilitas lancar (1) serta sebagian besar kewajiban SRIL dan group di BJB berbasis cash collateral," ucap Yuddy. 

Namun begitu, kata Yuddy, pembiayaan yang digelontorkan ke Sritex tetap memiliki risiko penurunan kolektibilitas. "Namanya pembiayaan yang diberikan, apapun metode pengamanannya, tetap saja ada risiko turun kolektibilitas."

Ia menjelaskan, hampir sebagian besar pembiayaan BJB ke grup Sritex berbasis cash collateral dan sebagian lainnya merupakan pembiayaan bilateral. "Jadi masih bisa dipenuhi antara lain dari sinking fund yang tersedia di Bank BJB," ujar Yuddy.

Secara keseluruhan, Yuddy yakin masalah keuangan Sritex akan selesai dalam waktu dekat. Pasalnya, perusahaan tersebut merupakan salah satu aset nasional dengan lebih dari 75.000 pekerja.

Banyak kreditur dan perbankan, kata dia, khususnya bank nasional termasuk BJB yang ingin menjaga kelangsungan Sritex di masa yang akan datang. "Kita harus menjaga rasa kebangsaan sebagai warga Indonesia dan Merah Putih dalam menjaga SRIL sehat kembali karena SRIL adalah aset negara dan bangsa," tuturnya. 

BISNIS

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus