Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Asosiasi Pekerja akan Gugat Revisi UU PPP ke MK

ASPEK Indonesia menolak disahkannya Revisi UU PPP.

27 Juni 2022 | 18.00 WIB

Sejumlah massa buruh menggelar aksi di depan Gedung DPR, Rabu, 15 Juni 2022. Dalam aksi tersebut mereka menolak revisi Undang-undang (UU) Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP), menolak Omnibus LawUU Cipta Kerja, menolak masa kampanye 75 hari tetapi harus 9 bulan sesuai undang-undang, sahkan RUU PPRT dan tolak liberalisasi pertanian melalui WTO. TEMPO/M Taufan Rengganis
Perbesar
Sejumlah massa buruh menggelar aksi di depan Gedung DPR, Rabu, 15 Juni 2022. Dalam aksi tersebut mereka menolak revisi Undang-undang (UU) Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP), menolak Omnibus LawUU Cipta Kerja, menolak masa kampanye 75 hari tetapi harus 9 bulan sesuai undang-undang, sahkan RUU PPRT dan tolak liberalisasi pertanian melalui WTO. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia atau ASPEK Indonesia menolak disahkannya Revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Revisi UU PPP). ASPEK dan berbagai elemen masyarakat berencana menggugat UU itu ke MK.

“ASPEK Indonesia dan berbagai elemen masyarakat akan melayangkan gugatan uji formil ke MK,” kata Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat lewat keterangan tertulis, Senin, 27 Juni 2022.

Mirah mengatakan pengesahan itu membuktikan bahwa pemerintah dan DPR hanya mementingkan kelompok pemodal dengan memaksakan perubahan regulasi secepat kilat. Revisi UU PPP, kata dia, hanyalah akan-akalan untuk meloloskan UU Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK.

Mirah Sumirat menilai revisi UU PPP terkesan dipaksakan oleh pemerintah dan DPR, karena mereka telah terbukti sembrono dalam menyusun dan membahas UU Cipta Kerja. “Revisi UU PPP adalah cara Pemerintah dan DPR untuk mencuci tangan dari produk Undang Undang yang inkonstitusional,” ujar Mirah.

Melalui Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 dinyatakan bahwa Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bersifat inkonstitusionalitas bersyarat. Menurut MK, Undang Undang Cipta Kerja tidak sesuai dengan metode dan sistematika pembentukan undang-undang serta bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana yang diatur dalam UU PPP yang berlaku saat itu.

MK menyatakan UU Cipta Kerja cacat formil dan perlu diperbaiki dalam jangka waktu paling lama dua tahun. Menurut Mirah, Pemerintah dan DPR bukannya memperbaiki cacat formil UU Cipta Kerja, malah melakukan Revisi atas UU PPP, agar bisa melegitimasi UU Cipta Kerja. “Ini akal-akalan Pemerintah dan DPR,” kata dia.

Baca Juga: Revisi UU PPP Disahkan, Presiden FSPMI : Memuluskan Pembahasan Omnibus Law

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus