Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Evi Novida Ginting Gugat Jokowi ke PTUN, Berikut Alasannya

Menurut Evi Novida Ginting, DKPP mengambil keputusan pemberhentian secara tetap tanpa mendengar pembelaan darinya sebagai teradu.

20 April 2020 | 11.03 WIB

Komisioner KPU Viryan Azis dan Evi Novida Ginting didampingi anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar memeriksa dokumen rekapitulasi suara Sulawesi Selatan di Kantor KPU RI, Jakarta, Ahad, 19 Mei 2019. TEMPO/Irsyan Hasyim
Perbesar
Komisioner KPU Viryan Azis dan Evi Novida Ginting didampingi anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar memeriksa dokumen rekapitulasi suara Sulawesi Selatan di Kantor KPU RI, Jakarta, Ahad, 19 Mei 2019. TEMPO/Irsyan Hasyim

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Eks Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik menggugat Presiden Joko Widodo atau Jokowi atas keputusan presiden bernomor 34/P Tahun 2020 yang memberhentikannya secara tidak hormat sebagai Komisioner KPU per 23 Maret 2020. "Saya selaku penggugat dan tergugatnya Presiden Republik Indonesia. Gugatan saya tercatat Nomor 82/G/2020/PTUN.JKT," kata Evi melalui keterangan tertulis seperti yang dikutip Tempo pada Senin, 20 April 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Evi meminta PTUN mengabulkan gugatannya dengan membatalkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34/P Tahun 2020 yang memberhentikannya secara tidak hormat sebagai anggota KPU Masa Jabatan 2017-2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Apabila PTUN mengabulkan gugatan, putusan PTUN itu bisa membuat Presiden RI Joko Widodo mencabut keputusan pemberhentian dirinya, merehabilitasi nama baiknya, serta memulihkan kedudukannya sebagai anggota KPU masa jabatan 2017-2022. 

Dalam gugatannya, Evi menyatakan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Nomor 317/2019, cacat hukum. Putusan DKPP ini yang menjadi dasar Presiden Jokowi memecat Evi.

Dia menjelaskan setidaknya ada tiga kecacatan hukum dari keputusan DKPP tersebut. Pertama, DKPP tetap melanjutkan persidangan dan mengambil keputusan atas aduan dugaan pelanggaran kode etik, padahal pengadu sudah mencabut aduannya.

Tindakan DKPP dinyatakannya bertentangan dengan Pasal 155 ayat 2 Undang-undang No 7 Tahun 2017 tentang pemilu yang mengatur DKPP dibentuk untuk memeriksa dan memutus aduan laporan dugaan pelanggaran etik penyelenggara pemilu.

Kedua, DKPP mengambil keputusan pemberhentian secara tetap tanpa mendengar pembelaan dari Evi selaku teradu. Evi mengatakan, hal itu bertentangan dengan Pasal 38 ayat 2 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur pemberhentian. Dalam pasal tersebut tertulis Anggota KPU harus diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan DKPP.

"Ketiga, dalam memutuskan, DKPP tidak melaksanakan pasal 36 ayat 2 peraturan DKPP Nomor 2 tahun 2019 yang mewajibkan rapat pleno pengambilan putusan dihadiri oleh 5 orang anggota, kenyataannya pleno hanya dihadiri oleh 4 orang anggota DKPP," kata Evi.

Atas dasar sejumlah alasan itu, Evi Novida Ginting Manik didampingi Tim Advokasi Penegak Kehormatan Penyelenggara Pemilu yang terdiri dari tujuh orang, menggugat Jokowi ke PTUN.

 

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus